KARAWANG – Pasca dituntut 3,6 tahun penjara dan denda Rp 100 juta subsidair 3 bulan kurungan oleh Jaksa Penuntut Umum (JPU), pengacara terdakwa Novi Farida atas kasus korupsi PDAM Tirta Tarum Karawang, yaitu Kantor Hukum Asep Agustian SH, MH dan Rekan meminta kepada Majelis Hakim Tipikor Bandung untuk memerintahkan Kepolisian Resort Karawang maupun Kejaksaan Negeri Karawang agar kembali membuka dan menyelidiki kasusnya.
Pasalnya, Kuasa Hukum Terdakwa Novi Farida menilai jika tuntutan dari JPU terhadap kliennya ‘tidak adil’. Terlebih, terdakwa Novi Farida bukan hanya dibebankan uang denda sebesar Rp 100 juta rupiah. Melainkan juga diharuskan membayar uang pengganti sebesar Rp 1.258.717.814 rupiah.
Padahal menurut Kantor Hukum & Rekan Asep Agustian SH MH, perkara PDAM ini merupakan perkara utang piutang PDAM ke PJT II yang sudah terjadi sejak tahun 2013, jauh sebelum kliennya Novi Farida menjabat sebagai Kasubag Keuangan PDAM Tirta Tarum Karawang sejak 17 Februari 2014 hingga 9 September 2018.
Artinya, saat mulai menjabat Kasubag Keuangan PDAM, Novi Farida sudah menerima warisan persoalan beban utang PDAM ke PJT II yang nilainya mencapai Rp 1.223.681 rupiah. Sehingga akhirnya Novi Farida terlibat persoalan utang PDAM ke PJT II yang tak kunjung bisa dilunasi.
“Kami memohon kepada yang mulia Majelis Hakim yang memeriksa dan mengadili perkara ini untuk memerintahkan kepada aparat penegak hukum, baik Kepolisian Resort Karawang maupun Kejaksaan Negeri Karawang untuk kembali memproses secara hukum penerima aliran dana korupsi PDAM Tirta Tarum Karawang terhitung sejak periode tahun 2013 sampai tahun 2018,” tutur Asep Agustian SH MH, usai sidang pledoi (pembelaan) di Pengadilan Tipikor Bandung, Rabu (3/3/2021).
Dalam penanganan perkara PDAM ini, Asep Agustian SH, MH juga menilai JPU kurang cermat, kabur dan tidak mendasar. Karena perhitungan yang tercantum dalam Surat Tuntutan JPU tidak berdasarkan fakta yang sebenar-benarnya terjadi sebagaimana tercatat di dalam post it keuangan PDAM.
Karena terdapat adanya selisih perbedaan jumlah perhitungan antara surat dakwaan JPU yakni sebesar Rp 2.823.591.297_ dengan Rekapan Penggunaan Uang yang dibuat oleh Satuan Pengawas Internal (SPI) PDAM Tirta Tarum Karawang, yakni sebesar Rp 2.847.454.883_. Artinya, ada selisih perhitungan Rp 23.863.586_.
Disampaikan Asep Agustia SH MH, sangatlah tidak ‘fair’ apabila seorang Novi Farida yang hanya menjabat sebagai Kasubag Kas PDAM, tetapi dibebankan tanggungjawab untuk mengganti kerugian negara PDAM. Padahal semua perbuatan yang dilakukan Novi Farida hanyalah menjalankan perintah dari atasannya, yaitu mantan Dirut PDAM Terdawa Yogie Patriana Alsyah, mantan Dirum PDAM Terdakwa Tatang Asmar, serta mantan Kabag Keuangan PDAM Wati Herawati.
Terlebih menurut Asep Agustian SH MH, terdakwa Novi Farida tidak pernah memakai maupun menikmati uang hasil tindak pidana korupsi tersebut. “Kesalahan Novi Farida hanya menuruti perintah atasannya untuk mengambil sejumlah uang melalui post it untuk keperluan dana entertainment PDAM. Sebagai bawahan, Novi Farida harus manut terhadap atasannya saat itu. Sementara sejumlah uang itu untuk keperluan membayar utang ke PJT II,” kata Asep Agustian SH MH.
Kembali ditegaskan Asep Agustian SH MH, tak ada kerugian negara yang harus diganti terdakwa Novi Farida. Karena sejumlah uang PDAM yang terpakai untuk keperluan membayar utang ke PJT II tersebut tetap akan menjadi perkara utang yang harus dibayarkan PDAM ke PJT II. Apalagi terdakwa Novi Farida hanya sekedar diperintah atasannya untuk mengambil uang melalui post it, serta tidak pernah ikut menikmati uang sejumlah tersebut.
Praktisi hukum yang lebih akrab disapa Askun ini juga menyampaikan, uang pengganti sebesar Rp 1.258.717.814 rupiah yang dibebankan kepada terdakwa Novi Farida (sesuai tuntutan JPU), fakta sebenarnya bisa dijelaskan atas kesaksian saksi meringankan Agung Wisnu Indrajati, mantan Dirum PDAM Tirta Tarum Karawang periode tahun 2011.
Yaitu dimana dalam kesaksianya di Pengadilan Tipikor Bandung pada 20 Januari 2021, pertama Agung Wisnu Indrajati membenarkan jika penyalahgunaan keuangan di PDAM sudah terjadi sejak lama sebelum Novi Farida menjabat sebagai Kasubag Keuangan PDAM.
Kedua, kesaksian Agung Wisnu Indrajati juga membenarkan jika semua penyalahgunaan keuangan PDAM tersebut pasti atas sepengetahuan direksi, yaitu Dirut dan Dirum PDAM.
“Makanya saya bilang tidak fair, kalau tuntutan kepada terdakwa Novi Farida lebih berat dari pada tuntutan kepada terdakwa Yogie Patriana Alsyah maupun Tatang Asmar. Karena apa? Karena semua persoalan penyalahgunaan ini atas sepengetahuan direksi,” terang Askun.
Karena perkara ini bukan kesalahan terdakwa Novi Farida, sambung Askun, maka pihaknya mengambil yurisprudensi dari kesaksian Agung Wisnu Indrajati yang memang benar-benar mengetahui persoalan PDAM Tirta Tarum Karawang sejak tahun 2011.
“Semoga Majelis Hakim memberikan rasa keadilan kepada terdakwa Novi Farida dengan memberikan hukuman seringan-ringannya,” harap Askun.
Sered Semua Penikmat Aliran Dana Haram PDAM
Karena para penikmat aliran dana haram PDAM Tirta Tarum Karawang masih berkeliaran, diakhir penyampaian pledoinya Asep Agustian SH MH memohon kepada Majelis Hakim Tipikor Bandung untuk memerintahkan Polres Karawang atau Kejaksaan Negeri Karawang untuk kembali membuka kasusnya.
Tujuannya, agar para penikmat aliran dana haram PDAM ikut disered dan dihukum seadil-adilnya.
Berbicara siapa saja para penikmat aliran dana haram PDAM, Askun menegaskan jika sebenarnya penegak hukum khususnya penyidik Polres Karawang sudah mengetahui semua nama-namanya. Pasalnya, semua nama-nama penikmat aliran dana haram PDAM ada di dalam data post it yang buktinya sudah diserahkan ke Majelis Hakim.
Terlebih dibeberkan Askun, diantara penikmat aliran dana haram PDAM ini tercantum nama-nama oknum penegak hukum sendiri. “Supaya perkara ini memberikan rasa keadilan, makanya saya minta sered itu semua para penikmat aliran dana haram PDAM yang masih berkeliaran, termasuk oknum penegak hukum yang juga ikut menikmati,” tegas Askun.
Ditambahkan Askun, melalui perkara PDAM ini semua pihak bisa belajar jika sebenarnya kondisi penegakkan hukum di Indonesia khususnya di Karawang masih ‘tajam ke bawah dan tumpul ke atas’. Karena bagaimana bisa terdakwa Novi Farida yang dituntut hukuman yang seberat-beratnya, sementara di luaran sana masih banyak para penikmat aliran dana haram PDAM yang masih dibiarkan berkeliaran.
“Ada nama oknum penegak hukum, ada oknum pejabat, oknum dewan dan lain sebagainya. Kalau memang hukum di kita benar-benar ingin memberikan rasa keadilan, saya minta sered dan penjarakan semuanya,” timpal Askun.
“Karena hukum milik semua warga negara, bukan milik penegak hukum, maka jangan sampai selalu rakyat kecil yang selalu dikorbankan dan dikambinghitamkan,” pungkas Askun. (Adk)