BandungDaerah

Terungkapnya Aliran PDAM 2,8 Miliar Dari Saksi Sebut Post it Di Persidangan

BANDUNG, JabarNet.com– Fakta persidangan di Pengadilan Tipikor Bandung atas dugaan kasus korupsi pembelian bahan baku air PDAM Karawang ke PJT II yang digelar Rabu (11/11/2020) sore, akhirnya terungkap ratusan juta bahkan miliaran dana PDAM Karawang yang tidak bisa dipertanggungjawabkan sejak 2016.

Sidang terbuka untuk umum tersebut menghadirkan empat saksi. Diantaranya Sari Nurmasih sebagai Kabag Perekonomian Pemda Karawang yang juga merupakan Dewan Pengawas PDAM, Ani Mutia sebagai Kabid Pembiayaan Monitoring dan Evaluasi Pemda Karawang, Kosasih sebagai Kepala Pengawasan Internal PDAM, hingga Dadi Cahyadi sebagai pejabat PDAM yang bertugas mengurus laporan pembukuan keuangan PDAM.

Dalam fakta persidangan, Dadi Cahyadi mengaku adanya post it atau uang keluar dari kas PDAM yang tidak dibayarkan ke PJT II. Kemudian, tidak sedikit juga dana PDAM yang mengalir ke sejumlah orang dengan laporan untuk keperluan “biaya entertaint”. Bahkan oknum wartawan dan oknum petugas BPKP juga disebut-sebut masuk dalam post it dana entertaint.

Hingga akhirnya terkuak kasus korupsi PDAM yang menjerat tiga tersangka. Diantara mantan Dirut PDAM Yogie Patriana Alsyah, mantan Kabag Umum Tatang Asmar, serta Kasubag Novi Farida. Yaitu dengan kerugian negara mencapai 2,8 miliar.

“Pembayaran kepada PJT II ada yang tidak dibayarkan, benar tidak,” tanya Jaksa Penuntut Umum (JPU) kepada Dadi Cahyadi yang kemudian langsung diamininya.

Dalam fakta persidangan, tim kuasa hukum tersangka Novi Farida, yaitu Kantor Hukum Asep Agustian SH, MH, seperti ingin menegaskan bawah kliennya hanya sekedar bawahan (Kasubag Keuangan) yang tidak mungkin mengeluarkan kas PDAM tanpa adanya perintah dari atasannya.

Oleh karenanya, Asep Agustian mulai mencecar saksi Dadi Cahyadi dengan pertanyaan-pertanyaan yang menjurus ke arah mekanisme pencairan dana PDAM. Yaitu dari mulai perintah direksi, post it, voucher hingga pencairan dana PDAM.

Di depan Majelis Hakim, Asep Agustian juga menegaskan bahwa korupsi di tubuh PDAM Karawang ini sudah lama terjadi. Sehingga setiap pergantian direktur dan direksi PDAM selalu ada tersangka korupsi.

“Ada keterkaitan antara Pak Dadi sama Pak Kosasih. Bapak tahu dong setiap pergantian direktur pasti ada yang dipenjara. Selalu ada penyelewengan dana,” tanya Asep Agustian kepada Dadi Cahyadi yang dalam kesaksiannya di hadapan Majelis Hakim mengakui, jika setiap post it ia selalu melakukan tanda tangan sebagai bentuk persetujuan.

“Sebelum voucher keluar ada post it kan?. Bapak pernah atau selalu tanda tangan di post it kan?. Ada anggaran yang tidak bisa dipertanggungjawabkan sejak 2016, itu pun bapak tahu. Banyak dana mengalir gak jelas. Dalam kesaksian tadi anda banyak mengaku tidak tahu anggaran ini itu. Padahal ada tanda tangan pos it,” timpal Asep Agustian.

Dalam fakta persidangan, tim kuasa hukum tersangka Novi Farida terus melontarkan pertanyaan-pertanyaan kepada saksi. Sampai dengan sempat terjadi gaduh kecil antara tim kuasa hukum Asep Agustian dengan JPU. Karena JPU menilai pertanyaan-pertanyaan yang dilontarkan Asep Agustian kepada saksi ‘seperti menyimpulkan perkara’.

“Mohon maaf majelis hakim, mohon maaf. Ini pertantanyaan-pertanyaanya seperti menyimpulkan. Padahal yang berhak menyimpulkan hanya majelis hakim,” protes JPU.

“Saya bukan menyimpulkan. Saya hanya ingin menegaskan pernyataan-pernyataan saksi tadi. Soalnya ada beberapa post it yang ia tidak mengetahuinya,” jawab Asep Agustian saat terlihat berdebat dalam persidangan.

Tak lama kemudian, Asep Agustian menyodorkan bukti-bukti post it yang dimaksud. Bahkan di sana, Asep Agustian mempertegas kepada Dadi Cahyadi soal dana keluar atas nama post it wartawan dan pejabat BPKP.

“Ini benar ada dana untuk BPKP juga,” tanya Asep Agustian yang langsung diamini oleh Dadi Cahyadi.

Tak hanya sampai di situ. Asep Agustian juga mengejar pertanyaan siapa sebenarnya yang berhak mengeluarkan kebijakan post it dan dana voucher PDAM. Dalam akhirnya Dadi Cahyadi mengaku di hadapan Majelis Hakim, bahwa yang berhak mengeluarkan kebijakan tersebut adalah jajaran direksi.

“Setia post it perintah direkai Pak Yogi dan Pak Tatang,” beber Dadi Cahyadi.

Sementara berdasarkan pantauan awak media di ruang persidangan, hingga pukul 22. 30 WIB, proses persidangan yang menghadirkan ke empat saksi tersebut masih berlangsung. (red)

Shares:

Related Posts

Leave a Reply

Your email address will not be published. Required fields are marked *