SUBANG, JabarNet.com – Ratusan hektare lahan di bibir Pantai Pondok Bali, Desa Mayangan, Kecamatan Legonkulon, Kabupaten Subang ditelan laut karena terdampak abrasi.
Abrasi yang terjadi sejak 2002 ini membuat garis pantai bergeser sampai 1,5 kilometer. Detailnya, 119 hektare lahan Perhutani dan 11 hektare lahan milik masyarakat berubah jadi lautan. Desa di pesisir Utara Jawa Barat itu hampir hilang.
Namun, 300 kepala keluarga di Desa Mayangan memilih tidak menyerah.
Ketua Kelompok Kerja Pemberdayaan Masyarakat Pesisir (KKPMP) Mayangan, Agus Supriatna menuturkan abrasi di Mayangan sudah tidak bisa ditangani hanya oleh pemerintah daerah saja. Perlu intervensi pemerintah pusat karena penanganan abrasi butuh biaya besar.
“Kami sudah dilingkari oleh lautan. Memang ada perhatian dari pemerintah, tapi perhatian khusus belum ada. Karena anggaran provinsi dan daerah sudah tidak mampu menangani abrasi. Hanya (anggaran dari) pemerintah pusat yang bisa,” katanya.
Hal senada juga diungkapkan Kepala Dinas Kelautan dan perikanan Jawa Barat, Hermansyah. Ia bilang, abrasi adalah persoalan di Jawa Barat. Hampir sepanjang pesisir Jawa Barat dari Utara sampai Selatan berada dalam ancaman abrasi.
“Dari Muaragembong di Bekasi sampai di ujung di Cirebon, persoalannya sama. Abrasi ini harus kita sikapi bersama,” kata Hermansyah di aula Desa Mayangan, Selasa (9/5).
Ia juga mengakui, akan sangat sulit bila mengharapkan penanganan abrasi dari pemerintah. Karena proses penganggaran memakan waktu lama. Maka dari itu pihaknya berharap pihak ketiga bisa mengambil langkah dalam mengintervensi penyelesaian isu lingkungan.
“Yang terpenting jangan melihat dari berapa besar CSR-nya. Tapi memang bagaimana mengubah mindset masyarakat. Mudah-mudahan bisa memberikan dampak yang positif,” katanya.
Baca juga : PHE ONWJ Koordinasi dengan KLHK, Bukti Keseriusan dalam Kajian Lingkungan Awal Dampak Ceceran Minyak
Sesuai harapan pemerintah, Pertamina Hulu Energi Offshore North West Java (PHE ONWJ) hadir di tengah masyarakat Desa Mayangan. PHE ONWJ menawarkan alat pemecah ombak (APO) berbahan ban bekas sebagai media pencegah abrasi. APO ban bekas ini selain efektif menahan hantaman ombak yang mengikis bibir pantai, juga berbiaya murah karena terbuat dari ban bekas, dan mudah dipasang.
Associate ONWJ Relations & CID CSR Officer PHE ONWJ, Hanafi menuturkan, APO ban bekas yang dipasang PHE ONWJ di beberapa titik pesisir Kabupaten Karawang terbukti efektif menahan abrasi. Ban bekas ini akan meredam ombak sehingga terjadi sedimentasi. Jadi selain menahan ombak, APO ban bekas bisa mengembalikan daratan.
“Dengan ikhtiar, Alhamdulillah cukup efektif. Ombak besar yang bisa membuat abrasi di wilayah pesisir jadi bisa diredam,” katanya.
Selain inovasi APO, PHE ONWJ juga berencana membuat program penanaman pohon mangrove di Desa Mayangan, tepatnya di Pulau Burung. Hal ini sesuai pernyataan Kepala Desa Mayangan, Darto di aula Desa Mayangan, Selasa (9/5). Ia bilang, Pulau Burung di Desa Mayangan adalah satu-satunya hutan dan benteng yang tersisa dari Desa Mayangan sebelum ditenggelamkan abrasi.
Saat ini, PHE ONWJ dan Migas Hulu Jabar ONWJ bekerja sama memasang APO sepanjang 100 meter yang terdiri dari sekitar 12 ribu ban bekas di Pulau Burung.
Direktur Operasional Migas Hulu Jabar ONWJ, Edi Alpian, saat kegiatan serah terima program alat pemecah ombak di aula Desa Mayangan, Selasa (9/5) mengatakan, program dari pihaknya dan PHE ONWJ tidak berhenti sampai pemasangan APO. Ke depan akan ada kolaborasi lanjutan.
“Mari kita sama-sama memberikan perhatian kepada masyarakat. Harapan saya, jangan sampai kita jadi manusia perusak alam. Kita sebagai manusia juga diamanatkan untuk berikhtiar menyelamatkan alam,” tutupnya.(red)