Karawang, JabarNet.com – Kedaulatan Pangan adalah hak negara dan bangsa yang secara mandiri, kebijakan pangan yang menjamin hak atas pangan bagi rakyat dan yang memberikan hak bagi masyarakat untuk menentukan sistem pangan yang sesuai dengan potensi sumber daya lokal, sesuai dengan Undang – undang Pangan Nomor 18 Tahun 2012 Pasal I Ayat 2.
Pandangan tersebut disampaikan Ketua Komisi II Dewan Perwakilan Rakyat Daerah (DPRD) Provinsi Jawa Barat Rahmat Hidayat Djati, dalam kegiatan Launching & Webiner Kritik Institute yang di hadiri oleh ratusan peserta dari pengurus Kritik Institute se indonesia, Mahasiswa se kabupaten karawang dan komunitas petani.
Kemudian kegiatan launching yang diberi tema “Cetak sawah vs cetak pabrik” menghasilkan sejumlah rekomendasi yang akan diberikan DPRD Jabar kepada Gubernur Jabar Ridwan Kamil (RK).
“Ada 7 catatan kecil yang menjadi rekomendasi untuk penguatan di sektor pangan dan pertanian untuk Gubernur jawa barat,” ujar pria yang akrab disapa Rahmat Toleng, Minggu (27/06/20).
Latar belakang 7 rekomendasi tersebut, dijelaskan Rahmat Toleng, merupakan upaya yang harus dilakukan Pemprov Jabar dalam meningkatkan ketahana pangan di Jabar.
Syarat utama menegakan kedaulatan pangan tersebut adalah melakukan pembaruan agraria, adanya hak akses rakyat terhadap pangan, penggunaan sumber daya alam secara berkelanjutan dan Pangan untuk pangan tidak sekedar komoditas yang diperdagangkan, pembatasan penguasaan pangan oleh korporasi, melarang penggunaan pangan sebagai senjata dan pemberian akses ke petani kecil untuk perumusan kebijakan pertanian.
“Maka ini adalah tugas kita bersama untuk terus mengawal dan mendorong setiap kebijakan pemerintah agar berdaulat pangan dan utamanya penguatan provinsi jawa barat sebagai basis ketahanan pangan nasional,” jelas Toleng.
Tantangan pembangunan pertanian yang di hadapi, menurut Rahmat Toleng didepan akan semakin kompleks, kondisi itu terjadi bukan tanpa faktor – faktor penyebab.
“Faktor yang harus menjadi sorotan penting yang pertama adalah perubahan iklim seperti gagal panen yang berakibat kelangkaan/krisis pangan, kedua kondisi perekonomian global seperti terjadi pelemahan nilai tukar rupiah harga produk dan biaya produksi menjadi lebih mahal karena krisis ekonomi berdampak pada pelemahan ekspor, ketiga gejolak harga pangan global yang fluktuatif akibat perubahan iklim sehingga harga pangan menjadi mahal,” katanya.
“Selanjutnya yang ke empat adalah peningkatan jumlah penduduk yang melebihi kapasitas lahan yang tersedia ,kelima aspek distribusi dimana indonesia sebagai negara kepulauan diperlukan aksesibilitas dan sarana transportasi yang lebih efisien, ke enam laju urbanisasi yang tinggi sehingga generasi muda cenderung meninggalkan pedesaan / pertanian yang berdampak pada sektor pertanian menjadi tidak di minati oleh generasi penerus,” timpal Toleng.
Adapun 7 rekomendasi yang dikeluarkan Komisi II DPRD Jabar tersebut, adalah sebagai berikut :
1.Jawa Barat perlu mengadakan kerjasama berbagai komponen masyarakat baik pengusaha, perguruan tinggi, organisasi sosial masyarakat, organisasi profesi, tokoh agama dan masyarakat dalam rangka meningkatkan daya saing dan kepercayaan diri para petani.
2. Perlu adanya perluasan infrastruktur pertanian, mempermudah akses terhadap usaha menengah serta meningkatkan daya saing produk pangan dengan cara meningkatkan kesejahteraan para petani.
3. Pemprov Jabar harus mengoptimalkan implementasi rencana aksi penguatan pangan nasional dengan penguatan kordinasi lintas SKPD dalam menangani permasalahan gizi di masyarakat.
4. Meminta pemerintah provinsi Jawa Barat untuk lebih mengoptimalkan pelaksanaan peraturan daerah Nomor 27.Tahun 2010 tentang perlindungan lahan pertanian pangan berkelanjutan.
5. Jangan berikan izin perusahaan non pertanian untuk membangun perusahaan di wilayah pertaniaan produktif.
6. Pemerintah daerah wajib memfasilitasi pemasaran produk hasil tani.
7. Program petani milenial yang diformulasikan harus benar-benar berjalan dan didampingi sampai berhasil. (rls/red)