KARAWANG, JabarNet.com- Anggota Komisi IV DPRD Kabupaten Karawang Indriyani menyesalkan kasus pelecehan terhadap anak dilingkungan pendidikan di Karawang kembali terjadi.
Indriyani menyampaikan, Kasus pelecehan terhadap anak baru-baru ini di salahsatu Sekolah walaupun sempet terjadinya kekeliruan cara pandang dalam penyelesaian kasus tersebut oleh Kepala Sekolah, yang menginginkan kasus diselesaikan secara damai melalui jalur mediasi antara pihak keluarga korban dengan pihak pelaku, tapi pihak kepolisian dengan sigap melakukan tindakan tegas sesuai aturan segera melakukan penangkapan dan memproses pelaku tindakan cabul tersebut.
“Digadang-gadang sebagai sekolah ramah anak, tentunya banyak hal yang masih harus terus dievaluasi dan diperbaiki. Penyematan sekolah ramah anak jangan hanya sebatas simbolik belaka. Memasangkan papan nama sekolah ramah anak dan memberikan sekolah ramah anak, tanpa mereka faham apa yang mesti mereka lakukan,” ucap Indriyani, Rabu (8/3/2023).
Di Karawang sendiri, mulai dari tingkat sekolah lanjutan atas, menengah sampai tingkat sekolah dasar sudah disematkan sebagai sekolah ramah anak.
Tapi secara teknis baik dinas terkait dalam hal ini Dinas Pemberdayaan Perempuan dan Perlindungan Anak ( DP3A) Karawang maupun sekolah tersebut tidak menjalankan 6 indikator sekolah ramah anak, yang diantaranya adalah dimulai dari kebijakan menyangkut sekolah ramah anak, tersedianya sarana prasarana ramah anak, proses belajar mengajar yang ramah anak, Pendidik dan tenaga pendidikan yang ramah anak, adanya partisipasi siswa dan tentunya peran serta masyarakat dalam hal ini orang tua.
“Ke enam indikator tersebut harus bisa dipenuhi oleh sekolah-sekolah tersebut sebelum mereka dikukuhkan menjadi sekolah ramah anak,” tegas legislator Partai NasDem tersebut.
Penyematan sekolah ramah anak bukan hanya sebatas parameter untuk mendapatkan predikat kabupaten layak anak, tapi memang sekolah-sekolah tersebut sudah menjalankan 6 indikator tersebut dan menjalankan pedoman satuan pendidikan ramah anak yang dikeluarkan oleh kementrian PPA.
“Kasus diatas, dalam hal ini pencabulan anak dilingkungan sekolah, tentunya sangat menampar dunia pendidikan kita. Ditambah perilaku tenaga pendidik yang ingin menyelesaikan kasus tersebut melalui jalur mediasi, ini menandakan mereka tidak faham terkait regulasi sekolah ramah anak yang sudah dilekatkan pada sekolah mereka. Kita tidak ingin penyematan sekolah ramah anak hanya sebatas simbolik memasang papan nama sekolah ramah anak atau hanya pemberian sertifikat sekolah ramah anak,” ucap dia.
“UU Perlindungan anak sudah jelas mengatur jelas, bahwa tidak ada kompromi terkait dengan kekerasan terhadap anak, baik itu kekerasan fisik, psikis maupun tindak kekerasan seksual, tak ada kata damai harus kita proses, agar ada efek jera apalagi ini terjadi di tingkat satuan pendidikan,” tuturnya menandaskan.(red)