KARAWANG, JabarNet.com – Menuntut transparansi data maupun informasi menyangkut Badan Usaha Milik Daerah (BUMD) PT Lembaga Keuangan Makro (LKM) Karawang, Karawang Budgeting Control (KBC) bersama Dewan Perwakilan Rakyat Daerah (DPRD) Kabupaten Karawang melakukan Rapat Dengar Pendapat (RDP) di kantor DPRD Karawang, Selasa (31/08).
Terpantau JabarNet.com KBC dan Wakil Rakyat yang dihadiri oleh seluruh Dewan Komisi II DPRD, sebagai mitra kerja BUMD Kabupaten Karawang mencecar Direksi PT LKM Karawang yang langsung dihadiri oleh PLT Dirut PT LKM Dadan Sugilar, dengan berbagai pertanyaan.
Direktur Utama (Dirut) KBC Ricky Mulyana di dalam rapat menyampaikan alasan dirinya melakukan proses audensi, lantaran selama ini PT LKM dan Kabag Ekonomi Pemda Karawang terkesan menutup-nutupi informasi alias selalu bungkam.
“Pada tanggal 28 Juni 2021KBC pernah melayangkan surat kepada Kabag Ekonomi Pemda Karawang yang selama ini menangani BUMD termasuk PT LKM, ditujukan langsung kepada Sari Nurmasih, namun tak kunjung ada balasan,” ujar Ricky Mulyana.
Lebih lanjut Ricky membeberkan hasil investigasi KBC, yang diduga menyebabkan kerugian negara sebesar Rp 5,2 miliar.
“Dugaan kerugian negara sebesar Rp 5,2 milliar salah satunya bersumber dari piutang PNS di Kabupaten Karawang yang tidak tertagih sebesar 3 milliar lebih, dan dugaan pemakaian uang nasabah oleh karyawan PT LKM sebesar 2,4 miliar,” ungkapnya.
“Jajaran direksi juga melakukan pembiaran terhadap kredit macet karyawan LKM dengan tenor 156 bulan, padahal kita semua tahu, makin lama tenor, makin besar risiko kredit,” imbuh Ricky.
KBC juga menyebut, ada uang deposito nasabah di LKM cabang Tirtamulya sebesar Rp 3 miliar. Para nasabah kemudian ingin menarik uang tersebut sebesar Rp 1,2 miliar. Namun ketika akan ditarik, uang tersebut tidak ada.
“Setelah dimediasi oleh pemerintah setempat, 500 juta rupiah dari uang deposito nasabah tetap didepositokan dengan bunga 25 juta rupiah per bulan, sedangkan sisanya dicicil sampai hari ini,” katanya.
Sementara terkait penanaman saham, kata Ricky, berdasarkan kepada Peraturan Daerah (Perda) Provinsi Jawa Barat Nomor 7 Tahun 2015 tentang Perubahan Bentuk Hukum Perusahaan Daerah Perkreditan Kecamatan, Hasil Konsolidasi atau Merger Menjadi Perseroan Terbatas Lembaga Keuangan Mikro, modal dasar PT LKM Karawang ditetapkan sebesar 21 milliar rupiah, dengan komposisi kepemilikan pemegang saham terdiri dari Pemerintah Provinsi senilai 40% atau setara Rp 8,4 miliar paling tinggi, dan Pemerintah Kabupaten Karawang senilai 60% atau Rp 12,6 miliar paling rendah.
“Dengan demikian, secara bertahap sampai dengan tahun 2021, para pemegang saham telah menyetorkan penyertaan modal dasar kepada PT LKM Karawang dengan rincian sejak tahun 2015 sampai 2020, Pemkab Karawang sudah setor Rp 12,6 miliar (100 persen). Tercatat pemerintah provinsi hanya satu kali setor, dilakukan di tahun 2015 senilai Rp 4,05 miliar (28,93 persen),” jelasnya.
Pada tahun 2020 KBC menemukan kejanggalan, dimana Pemkab Karawang memberikan penyertaan modal kepada PT LKM sebesar Rp 2.650.000.000. kejanggalan terletak pada setoran tersebut melanggar pasal 11 huruf A Perda nomor 14 Tahun 2018 tentang Perubahan Kedua atas Peraturan Daerah Kabupaten Karawang nomor 6 tahun 2015 tentang Penyertaan Modal Pemerintah Kabupaten Karawang Pada Badan Usaha Milik Daerah (BUMD). Dalam aturan seharusnya pada tahun anggaran 2020, tahapan kewajiban penempatan modal Pemkab Karawang pada PT LKM Karawang adalah Rp 650.000.000.
“Betul bahwa tahun 2019, Pemkab Karawang tidak melakukan penyertaan modal terhadap PT LKM. Bisa jadi penyertaan modal tahun 2020 merupakan akumulasi dari tahapan penyertaan modal tahun sebelumnya yang tidak terealisasi. Namun tetap ada yang dilanggar, sekaligus hal ini menunjukkan ketidaktertiban Pemkab Karawang dalam menyusun regulasi keuangan daerah. Pemerintah seperti menabrak aturan yang yang dibuatnya sendiri. Secara hierarki, jika terjadi perubahan tahapan dalam pelaksanaan penyertaan modal pada PT LKM Karawang, Pemkab karawang terlebih dahulu harus melakukan perubahan kembali atas Peraturan Daerah Kabupaten Karawang nomor 6 Tahun 2015 tentang Penyertaan Modal Pemerintah Kabupaten Karawang Pada Badan Usaha Milik Daerah (BUMD) yang merupakan payung hukum dalam melaksanakan kewajiban pemenuhan piutang modal kepada BUMD,” tegas Ricky.
KBC juga mendesak pemerintah agar secepatnya melaksanakan RUPS (Rapat Umum Pemegang Saham) untuk membuka kejanggalan yang ditemukan KBC. Karena sejak berdiri, PT LKM baru sekali melaksanakan RUPS pada tahun 2017.
“Secara publikasi, saya terima (laporan RUPS) tahun 2017, karena di situ ada laporan, termasuk orang-orang yang bermasalah keuangannya, kalau di RUPS 2020 ini baru, berarti seharusnya amanat dalam RUPS 2017 itu harus sudah selesai. Namun seperti isu yang beredar di masyarakat bahwa permasalahan di tubuh PT LKM hingga sampai hari ini pun belum terselesaikan sepenuhnya.
Pemilihan Plt. Dirut PT LKM pada RUPS 2020 ini dirasa-rasa melimpahkan segala permasalahan di masa lalu pada pimpinan baru.” katanya.
Sementara, Anggota Komisi II DPRD Karawang dari Fraksi PDIP, Natala Sumedha mengatakan, selama ini DPRD Karawang sering berkoordinasi dengan PT LKM, namun PT LKM tidak pernah terbuka. Padahal DPRD Karawang terutama Komisi II merupakan mitra BUMD.
“Seandainya PT LKM terbuka sejak awal, bukan tidak mungkin masalah di tubuh LKM bisa selesai. “Karena dengan adanya keterbukaan, kami bisa membantu PT LKM melalui rapat dengan dinas atau dengan pemegang saham PT LKM agar masalahnya menemui titik temu,” kata Natala.
Natala meminta PT LKM menjalankan apa yang jadi keputusan dalam hearing. Tindaklanjut dari jajaran manajemen PT LKM ini penting karena dewan berharap BUMD di Karawang bisa sehat dan maju.
“Kalau sehat dan maju bisa mensejahterakan masyarakat Karawang.”
“Sesuai janji PT LKM, mereka akan menyiapkan data. Data ini akan kami bantu dorong ke Pemkab sebagai pemegang saham. Dari sana akan muncul keputusan penyelamatan PT LKM, salah satunya melalui langkah merger dengan BPR (Bank Perkreditan Rakyat),” sambung Natala.
Sementara PLT Direktur Utama (Dirut) PT LKM Karawang, Dadan Sugilar menjelaskan RUPS Luar Biasa pada September 2020 itu salah satu hasilnya adalah memutuskan dirinya sendiri sebagai Plt Dirut PT LKM.
Kemudian ia juga menjelaskan dasar penggantian posisi direktur pelaksana di tubuh PT LKM ini berakar dari amanat PP nomor 54 Tahun 2017 pasal 71, seperti yang ia sebutkan sendiri.
“Dalam hal kekosongan seluruh direksi, pelaksanaan tugas PMB dilaksanakan oleh dewan pengawas atau komisaris. Kemudian komisaris dapat menunjuk pejabat internal dari BUMD,” tandasnya. (IT/Wan)