BANDUNG, JabarNet.com – Sidang kedelapan kasus tindak pidana korupsi (Tipikor) utang bahan baku air dan sewa lahan PDAM Tirta Tarum Karawang kepada PJT II Purwakarta kembali digelar di Pengadilan Tipikor Bandung, Rabu (27/1/2021).
Sidang terbuka yang dimulai pukul 16.00 WIB ini dengan agenda mendengarkan keterangan ‘saksi kunci’, yaitu terdakwa Novi Farida (manta Kasubag Keuangan PDAM), terdakwa Tatang Asmar (mantan Dirum PDAM), serta kesaksian secara virtual terdakwa Yogie Patriana Alsyah (mantan Dirut PDAM).
Selain ketiga saksi kunci, jaksa pembela atau pengacara terdakwa Tatang Asmar yaitu Alek Safri Winando juga menghadirkan ‘saksi meringankan’. Yaitu Indra Yuda Kuswara, saksi ahli hukum pidana yang merupakan Dosen Fakultas Hukum Universitas Singaperbangsa Karawang (Unsika) Jurusan Hukum Pidana.
Dari kesaksian terdakwa Novi Farida (mantan Kasubag Keuangan PDAM 2014-2016), di hadapan Majelis Hakim Tipikor Bandung, Novi Farida menjelaskan, bahwa yang berhak melakukan tanda tangan pencairan uang PDAM di bank ada tiga orang. Yaitu ia sebagai Kasubag Keuangan, Kabag Keuangan Wati Herawati, atau stafnya.
Namun Novi menjelaskan, tidak semuanya uang yang dicairkan di bank tersebut didistribusikan untuk keperluan manajemen (bayar hutang ke PJT II atau untuk kepentingan manajemen PDAM lainnya). Sesuai intruksi atasannya (request), sebagian uang tersebut disimpan di dalam berangkas.
“Uang yang tidak didisitribusikan di simpan dimana?,” tanya Jaksa Penuntut Umum (JPU) kepada terdakwa/saksi kunci Novi Farida.
“Di brankas yang kuncinya dipegang saya sama kabag (Kabag Keuangan Wati Herawati),” terang Novi Farida.
“Apakah setiap pencairan uang di bank oleh staf semuanya dilaporkan staf kepada sodara?,” tanya JPU lagi.
“Faktanya tidak begitu (uang yang dicairkan staf hanya dilaporkan ke Kabag Keuangan),” jawab Novi Farida dengan tegas.
Begitupun saat pembayaran utang ke PJT II, Novi Farida mengaku jika uang tersebut tidak hanya dibayarkan olehnya. Melainkan juga bisa dibayarkan/disetorkan ke PJT II oleh stafnya yang bernama Farah.
“Saya sering menanyakan ke saudari Farah untuk menanyakan bukti setor ke PJT II. Jawabannya selalu sudah dibayar tanpa bukti (setiap bayar utang ke PJT II yang dilakukan oleh stafnya tidak selalu ada bukti tertulis),” kata Novi Farida.
Novi juga menjelaskan, jika bayar utang PDAM ke PJT II ini seperti ‘gali lobang tutup lobang’. Artinya, membayar warisan utang manajemen PDAM dulu ke PJT II dengan uang yang ada di manajemen PDAM yang baru.
Saat ditanya JPU soal post it, Novi juga menjelaskan jika pada saat ia pertama kali menjabat Kasubag Keuangan PDAM, saat itu Kabag Keuangan Wati Herawati juga sudah mewarisi utang PDAM dari manajemen atau Kabag Keuangan sebelumnya. “Post it yang tak terbayarkan (uang untuk bayar utang ke PJT II yang terpakai) sudah terjadi saat itu,” kata Novi Farida.
Saat ditanya JPU mengenai rincian permintaan post it oleh Dirut dan Dirum, Novi menjelaskan jika ia tidak bisa mengelompokan uang mana saja ‘YANG DIPAKAI’ untuk pembayaran utang ke PJT II. Karena setiap Kabag Keuangan Wati Herawati meminta uang kepada dirinya dan ditanya balik harus menggunakan uang yang mana, jawaban Watu Herawati saat ini selalu ‘uang yang mana saja’.
Sehingga Novi mengaku, sampai miliaran uang yang seharusnya dibayarkan utang ke PJT II, tetapi terpakai melalui post it yang diminta pimpinannya.
“Siapa yang mengambil lewat post it?,” tanya JPU.
“Kalau Dirut selalu lewat sekretaris yang waktu itu Pak Sulis (Sulistioni) dan Pak Jumali. Kalau Sulis itu mengambil uang tidak melalui saya. Tapi lewat Kabag Keuangan,” jawab Novi Farida.
Begitupun saat ditanya JPU mengenai 57 voucer (data permintaan pencairan uang sebelum dicairkan di bank), Novi mengaku tidak tahu sama sekali mengenai 57 voucer tersebut. Namun kepada JPU, Novi mengaku bisa membedatakan mana data voucer yang sudah dicairkan dan mana data voucer yang belum dicairkan.
“Tidak pernah mengetahui 57 voucer yang tidak dibayarkan atau dibayarka