MAKASSAR, – Kementerian Pendidikan dan Kebudayaan (Kemendikbud) menganugerahi penghargaan kepada sejumlah pihak yang dinilai berjasa memajukan literasi di Indonesia, salah satunya Penggiat keaksaraan PKBM Assolahiyah Asal Kabupaten Karawang, Heru Saleh, M.Pd.
Penghargaan Anugerah Aksara dan Pegiat Pendidikan Keaksaraan Direktorat Pembinaan Pendidikan Keaksaraan dan Kesetaraan, diserahkan kepada Ketua PKBM Assolahiyah Asal Kabupaten Karawang, Heru Saleh, M.Pd. pada saat perayaan Peringatan Hari Aksara Internasional (HAI) tingkat nasional ke-54 tahun 2019, Sabtu (7/9) yang digelar di lapangan Karebosi, Kota Makassar, Sulawesi Selatan.
Pemberian penghargaan tersebut sebagai bentuk apresiasi kepada berbagai pihak yang telah melakukan program pemberantasan buta aksara dan masyarakat yang telah mengabdikan dirinya dalam penuntasan buta aksara.
“Hal yang sangat mendasar dalam hidup dan kehidupan yaitu Keberaksaraan.
Maka, dengan memiliki kemampuan keaksaraan dasar, yaitu membaca, menulis, dan berhitung, serta berkomunikasi dalam Bahasa Indonesia, diharapkan dapat memperluas akses pengetahuan dan informasi dalam berbagai bidang kehidupan sehingga akan lebih berdaya,” ucap Heru Saleh, M.Pd saat dihubungi kutipan.co.id, Sabtu (7/9).
Dikatakan Heru, dengan penghargaan dari Kementerian Pendidikan dan Kebudayaan (Kemendikbud) ini, bisa menjadi pemicu untuk melakukan hal yang lebih baik lagi kedepannya, dan bisa lebih berkonstribusi lebih besar lagi dalam bidang keaksaraan khususnya di wilayah Kabupaten Karawang.
“Sangat bersyukur dan alhamdulillah atas pemberian penghargaan Anugerah Aksara dan Pegiat Pendidikan Keaksaraan, ini merupakan amanah menurut saya untuk bisa lebih baik lagi kedepannya, dan tentunya bisa menjadi bagian dari program literasi masyarakat terhadap upaya penuntasan buta aksara,”paparnya.
Sementara itu, Direktur Pembinaan Pendidikan Keaksaraan dan Kesetaraaan Ditjen PAUD dan Dikmas Kemendikbud Dr. Abdul Kahar, M.Pd mengatakan, lewat tema “Ragam Budaya Lokal dan Literasi Masyarakat” pihaknya berharap buta aksara di Indonesia bisa dientaskan lewat pendekatan budaya masing-masing daerah.
“Harapan dengan mengangkat tema ini, yang pasti kita ingin mendorong bahwa memberantas buta aksara merupakan bagian dari literasi di masyarakat. Kita memiliki budaya dan bahasa yang begitu banyak di nusantara ini, sehingga semuanya itu bisa digunakan untuk mendukung literasi ini, untuk masyarakat di sekitar masing-masing,”katanya.
Ia juga mengatakan, dengan memiliki kemampuan keaksaraan dasar, yaitu membaca, menulis, dan berhitung, serta berkomunikasi dalam Bahasa Indonesia, diharapkan dapat memperluas akses pengetahuan dan informasi dalam berbagai bidang kehidupan sehingga akan lebih berdaya.
“Keberaksaraan penduduk merupakan hal sangat mendasar dalam hidup dan kehidupan,”jelasnya.
Dikatakannya, berdasarkan Survei Sosial Ekonomi Nasional Badan Pusat Statistik (BPS), angka buta aksara di Indonesia turun drastis dalam beberapa tahun terakhir. Contohnya pada 2017 jumlah penduduk buta aksara di Nusantara mencapai 3,4 juta jiwa. Kemudian pada 2018 turun menjadi 3,29 juta orang atau 1,93% dari total populasi penduduk, kata Abdul Kahar, turun lagi menjadi 1,9 juta jiwa. “Ini luar biasa,” ucapnya.
Abdul Kahar menambahkan, Kemendikbud mempunyai berbagi program untuk mengentaskan buta aksara. Program tersebut tidak hanya sebatas mengajarkan baca tulis, namun juga dilaksanakan program lanjutan seperti Program Pendidikan Keaksaraan Usaha Mandiri (KUM) dan Program Pendidikan Multikeaksaraan.
Program Multikeaksaraan berorientasi pada pemeliharaan keberaksaraan dengan fokus pada 6 literasi dasar, yaitu literasi baca tulis, literasi numerasi, literasi sains, literasi digital, literasi finansial, dan literasi budaya dan kewargaan. “Jadi bukan hanya sebatas baca tulis itu, tapi kita juga berikan yang namanya literasi IT, literasi finasial, literasi science , literasi budaya dan kewarganegaraan. Itu kita coba berikan sehingga tujuan melek dasar bukan hanya semata-mata baca tulis itu saja,” jelas Abdul Kahar.
Sedangkan Program Keaksaraan Usaha Mandiri (KUM) berorientasi pada pemberdayaan peserta didik ke sektor usaha mandiri sambil memberi materi pelajaran seputar usaha atau kegiatan mereka. “Contoh mereka bekerja sebagai nelayan atau yang di perkebunan, tentu materi-materi pembelajaran kita kaitkan dengan itu. Supaya bisa menjadi bagian dari mata pencaharian sehari-hari mereka,” pungkas Abdul Kahar(red).