Garut

KAMMI Garut Perihatin, Garut Darurat Sampah dan Daerah Pembuang Sampah Makanan Terbanyak

Foto : Andriawan/Suasana Sampah di Perkotaan.

GARUT, – Ingatkah Anda ketika dimarahi oleh Ibu karena tidak menghabiskan makanan? Atau mungkin hal itu terjadi baru-baru ini saja? Salah satu penjelasan umum yang Ibu berikan adalah Anda tidak menghargai makanan, sementara banyak orang di dunia sedang kelaparan.

Nasihat itu benar, tetapi hanya sebagian dari cerita yang sebenarnya. Seperti yang dipublikasikan dalam Journal of Sustainable Agriculture pada 2012, sebetulnya kita telah memproduksi cukup banyak makanan untuk 10 miliar orang, melebihi populasi dunia saat ini.

“Anda bisa mengintensifikasikan produksi makanan secara berkelanjutan, tetapi bila Anda tidak menyelesaikan masalah sampah makanan, intensifikasi yang berkelanjutan ini hanya akan meningkatkan jumlah makanan yang terbuang,” ujar Riana Abdul Azis, S.Pd, Ketua Umum KAMMI daerah Garut.

Ia juga menyampaikan, sayangnya, masalah sampah makanan sangat serius dan kronis. Badan Pangan dan Pertanian Dunia (FAO) pernah memperkirakan bahwa sepertiga makanan yang diproduksi terbuang atau hilang begitu saja setiap tahunnya.

Jika dikonversikan menjadi uang, nilainya sekitar Rp 14 kuadriliun atau 14.000 triliun. Untuk konteks Garut, paradoks kelaparan dan buang-buang makanan ini tergambar dengan jelas ketika melihat di sudut sudut kota garut seperti di simpang lima jalan cimanuk, di jalan patriot dan di jalan ciatel serta di jalan jalan yang lainya walupun kataya di sediakan pembuangan sampah di tempat itu namun sampah setiap hariya bukanya berkurang malah bertambah.

Ketika melihat penampungan pembuangan sampah yang notabene hampir setiap hujan dari atas mengakibatkan banjir sampah dan bau busuk yang meyebar ke jalan yg di lintasi jl warung petey menuju leles garut, DKPLH Garut dan pemerintah Garut Harus puya Rencana yg jitu dan akurat jngan haya studi banding saja melihat ke cina untuk membeli barang pngolahan limbah dapur atau sampah makanan

di sebabkan, hilangnya makanan lebih sering terjadi karena infrastruktur dan praktik produksi yang tidak memadai.Tidak adanya truk berpendingin, misalnya, membuat buah dan sayuran terbuang sebelum sampai ke pasaran. Akan tetapi, sampah makanan pada tingkat konsumen juga tidak main-main,”bebernya.

Ketua Sosial Masarakat KAMMI Garut Hariman, S.Pd, menyampaikan meskipun kesadaran mengenai masalah sampah makanan konsumen meningkat, hal ini masih menjadi halangan yang signifikan untuk mencapai sistem makanan yang berkelanjutan.

Sosmas KAMMI Garut pun mengusulkan beberapa solusi. Salah satunya adalah meningkatkan kesadaran masyarakat untuk memaksimalkan makanan yang ada. Hal ini bisa dimulai dari program edukasi di sekolah dan perusahaan.

Lalu, pemerintah juga dihimbau untuk membuat panduan manajemen makanan di rumah. Selain itu, pelabelan makanan yang lebih akurat juga dapat mengurangi sampah makan di tingkat konsumen.

Penggunaan istilah “Sell by” (dijual sampai), “best by” (terbaik sampai) dan “use by” (gunakan sampai); misalnya, seringkali membuat konsumen kebingungan.

Salah satu contohnya dari produksi biogas dari sampah makanan. Lalu, ada juga ide yang lebih kreatif seperti start up Orange Fiber di Italia yang memproduksi kain dari ampas produksi jus jeruk.

Dan bayak lagi cara sebetulya tingal pemerintah dan masyarakat bisa bekerja sama dan pemerinta bisa dengan tegas menindak masarakat yang tidak bertanggung jawab trhadap sampah mkanan maupun sampah” secara umum.

Laporan : Andriawan.

Shares:

Related Posts

Tinggalkan Balasan

Alamat email Anda tidak akan dipublikasikan. Ruas yang wajib ditandai *