Karawang

Jadi Temuan BPK, Kontraktor Proyek Jalan Intercheng Melawan

Foto situasi bunderan jalan raya intercheng Karawang Barat yang menjadi audit temuan BPK RI.

KARAWANG, – Pembangunan peningkatan ruas jalan intercheng Karawang barat masih terus menjadi sorotan Badan Pemeriksa Keuangan (BPK) Republik Indonesia (RI).

Pasalnya, proyek pembangunan peningkatan ruas jalan tersebut telah menelan anggaran 35 miliar yang bersumber dari anggaran APBD 2018 lalu. Namun, masih dianggap telah merugikan negara sebesar 2,1 miliar, setelah diungkap ada temuan audit yang di lakukan BPK.

“Memang bener proyek peningkatan jalan intercheng Karawang barat ini sudah menjadi salah satu temuan dari BPK, Namun, kini temuan tersebut tengah menjalani proses banding oleh pihak rekanan,”ungkap Kepala Bidang Jalan Dinas PUPR H Rusman, Senin kemarin.

Dikatakan Rusman, yang menjadi masalah menurut BPK ada perbedan spesifikasi atau kualitas ukuran Mutu Beton (MB) K350 dan K175, sebetulnya pihaknya mengakui pemesanan MB K350 itu sudah sesuai dengan spesifikasi dan ukuran tersebut telah ditentukan ke dalam RAB, serta surat pemesanan order, faktur dan surat jalannya pun lengkap. Selain itu dirinyapun mengaku ketahanan beban MB K350 tersebut sudah berdasarkan hasil lab milik PUPR.

“Sebetulnya barang yang dibeli rekanan itu jika dilihat dari spesifikasi ukuran serta uji lab dan pemberkasan sudah dilakukan sesuai prosedur. Namun pada waktu itu, BPK memeriksa dari segi volume dan sudah tidak ada temuan dan masuk semua, nah kemudian BPK ini melakukan pengecekan coran komponen di beberapa titik, dan coran komponen itu diambil lalu di bawa ke lab TU milik PUPR itu, dan hasil pengecekan BPK ditemukan ukuran yang bervariatif, ada beberapa yang ukurannya di bawah K350, yaitu ukuran K244, K280, K250 ada juga K175,”ucap Rusman.

Masih dikatakan Rusman, karena pihak BPK menganggap MB itu ukurannya kebanyakan K175 dengan volume beton sekian kibik disemua ruas proyek peningkatan jalan tersebut dikali seharga selisih, maka kerugiannya terhitung oleh BPK sekitar 21 miliar.

“Nah dari 14 titik itu, BPK menghitungnya memakai rata-rata standar deviasi, kalau pake standar deviasi itu pasti perhitungan nya akan anjlok dan kekuatanya akan ngambil yang terkecil dan disitu pastinya akan terjadi selisih harga antara K350 dan K175 disini jelas akan timbul perbedaan persepsi,”ungkap Rusman.

Rusman menjelaskan, menurutnya perhitungan BPK itu jika masih memakai perhitungan standar deviasi, K175 yang dihitung itu hanya kekurangan bahannya saja, seperti Batu, Semen dan Pasir, padahal barang tersebut belum dicampur, sementara kalau dicampur itu butuh molen dan butuh tenaga, dan jika dimasukin upah, temuan BPK ini akan lebih kecil dan jangkauannya tidak akan sebesar itu.

“Jadi pemeriksaan BPK itu belum dihitung proses produksi, jika memang seperti itu, sedangkan jika memakai K350 yang kita pesen dari (Batching Plant/Pabrik Pengolahan Beton) K350 itu sudah jadi beton tinggal di gelar,”timpal Rusman.

Lebih lanjut Rusman mengatakan,
akhirnya rekanan ini merasa penasaran juga dan pihaknya melakukan komplen ke batching plant, “kok saya beli K350 kenapa saya di kasih yang berbeda atau vareatif, dengan rasa penasaran lalu rekanan ini melakukan tes ulang. Namun hasilnya masih menunggu jawaban dari Lab ITB Bandung. Tapi saya dengar informasinya barang tersebut masuk semua ke ukuran MB K350, yang 14 titik setelah di periksa di lab ITB, nah disini saya juga bingung. Sedangkan BPK minta ketentuanya batching plant itu ukurannya hanya ingin K350,”beber Rusman.

Rusman juga mengatakan, jika melihat real dilapangan dengan kondisi lalulintas yang melewati area, kalau dihitung jatuhnya ke MB K175 harusnya jalan tersebut sudah hancur, akan tetapi sampai saat ini dilapangan jalan tersebut masih utuh.

“Nah itu memang salah satu penyebab dari bunderan, jika kendaraan dalam kondisi sedikit mengurangi kecepatan atau akan berputar daya tekan nya akan bertambah, berada dengan jalan yang lurus, maka wajar saja jika di posisi bunderan itu saat ini ada yang retak sedikit,”kata Rusman.

Saat inipun rekanan itu akan melakukan komplen ke BPK dan akan melakukan banding yang kedua kalinya, setelah sebelumnya dianggap merugikan negara yang ditemukan BPK sebesar 2,8 Miliar, namun setelah banding pertama menjadi 2,1 miliar.

“Mudah – mudahan saja jika hasil lab dari ITB yang termasuk lembaga dianggap independen ini bisa di terima hasilnya oleh pihak BPK sendiri,”pungkasnya(Joe).

Shares:

Related Posts

Leave a Reply

Your email address will not be published. Required fields are marked *