Karawang, JabarNet.com – Pembangunan pagar panel pembatas hutan di Desa Puserjaya Kecamatan Telukjambe Timur oleh management Kawasan Industri KIIC Karawang menuai kecaman masyarakat sekitar.
Sebelumnya, menurut informasi yang berhasil dihimpun JabarNet.com, pada hari Jumat (08/05/20), masyarakat memprotes pembangunan tersebut. Pasalnya pembangunan pagar tersebut dinilai hanya akan menutup akses masyarakat menuju kawasan hutan untuk bercocok tanam.
“Masyarakat meminta untuk tidak menutup akses masuk ke kawasan hutan, terkait pemasangan pagar panel masyarakat tidak mempermasalahkan asalkan diberi masuk akses masuk ke kawasan hutan tempat dimana masyarakat bercocok tanam,” kata salah satu masyarakat Desa Puserjaya, yang enggan disebutkan namanya.
Menurut infotmasi dilapangan, untuk menyelesaikan persoalan ini, sebelumnya telah dilakukan negoisasi antara kontraktor pembangunan pagar panel, yang diketahui merupakan warga Desa Puserjaya dengan masyarakat sekitar. Kontraktor tersebut meminta agar masyarakat tidak menolak pembangunan tersebut, dengan alasan pekerjaan yang tengah dikerjakannya berpotensi tidak dibayar, jika mendapat penolakan. Tidak hanya itu kontraktor itu juga berjanji akan memohon pada pihak management KIIC agar diberi akses jalan agar dapat dilewati masyarakat.
Namun karena takut usulan kontraktor tidak akan diizinkan pihak KIIC, akhirnya masyarakat bersikuku menolak, dengan alasan jika pagar sudah berdiri dan masyarakat membuka paksa, maka masyarakat akan berhadapan dengan hukum.
Selain masyarakat setempat, persoalan itu juga mendapat kritikan dari sejumlah tokoh masyarakat Karawang.
Seperti diungkapkan Sekjen Paguyuban Pemuda Tani Karawang (PPTK) Asep Suryadi yang menyesalkan sikap kontraktor pekerjaan itu.
“Seharusnya kontraktor tidak langsung mau menerima pekerjaan pemasangan pagar panel yang dapat menimbulkan gesekan dengan masyarakat, apalagi seorang pengusaha lokal ditambah seorang ketua rw. Seharusnya lebih mengerti keadaan masyarakat dan membela kepentingan masyarakat bukan sekedar projek untuk kepentingan pribadi semata, sementara masyarakat di korbankan,” ungkapnya.
Bukan hanya kata Sekjen PPTK, Sekjen DPP Ormas Banaspati Kabupaten Karawang Kang Rere, juga angkat bicara soal ini. Ia menyesalkan pembangunan pagar panel oleh KIIC justru malah memicu konflik di masyarakat.
“Seharusnya Management KIIC sebelum melakukan Pemagaran membuat patok terlebih dahulu bersama unsur intasi pemerintah, karena lokasi tanahnya berbatasan dengan kawasan huatan,” ujarnya.
“Sebagaimana di atur dalam Peraturan Menteri ATR No.10 Tahun 2016 tentang tata cara penetapan hak komunal atas tanah masyarakat hukum adat dan masyarakat yang berada dalam kawasan tertentu dalam pasal 5 dijelaskan sebelumnya harus memohon terlebih dahulu dan dijelaskan dalam pasal 6, Bupati harus membentuk Tim IP4T yang terdiri dari Kepala Kantor Pertanahan, Camat, Kepala Desa unsur pakar hukum pemohon, Dinas Kehutanan, Balai Pemantapan Kawasan Hutan, perwakilan masyarakat dan lembaga swadaya masyarakat, yang selanjutnya di buatkan berita acaranya, langkah itu sudah di lakukan belum oleh KIIC? sudah dimiliki belum berita acara tapal batasnya?,” timpal Rere mengakhiri.
Berbeda dengan yang lain, Sekjen Gibas Cinta Damai Resort Kabupaten Karawang Sujadi justru mempertanyakan terkait Izin Mendirikan Bangunan (IMB) objek pembangunan pagar panel tersebut.
“Apakah sudah ada izin mendirikan bangunan IMB pagar panel tersebut? kalau memang belum ada, kami meminta kepada Satpol PP untu membongkar bangunan tersebut. Apakah harus menunggu kami unjuk rasa dulu ke kantor Pol PP agar Pol PP mau membongkar pagar panel itu?,” pungkasnya.
Diketahui, pihak management KIIC sudah mendatangi masyarakat dan berbicara kepada masyarakat bahwasanya dalam pemasangan pagar panel tidak akan seluruhya akses jalan masuk hutan di tutup. Dan setelah mendengarkan pemaparan dari magement KIIC ahirnya masyarakat membubarkan diri. (rls/red)