DaerahJawa Barat

Sosok Dodo Rihanto: Setia Menjadi Wartawan Sejak 1999, Hanya Ingin Jadi Penyambung Lidah Rakyat

Dodo Rihanto

KARAWANG,JabarNet.com- Nama Dodo Rihanto mungkin tak asing di kalangan jurnalis Jawa Barat. Sejak tahun 1999, ia telah mendedikasikan hidupnya untuk dunia jurnalistik tanpa pernah tergoda beralih ke profesi lain.

Dodo yang saat ini masih bertugas sebagai wartawan di Karawang menceritakan suka dan duka dalam menjalani seprofesinya. Dia berujar hanya ingin menjadi penyambung lidah rakyat.

“Saya hanya ingin jadi penyambung lidah masyarakat. Saya ingat ucapan salah seorang Ulama yang menyebutkan bahwa sahabat Nabi juga salah satu tugasnya adalah meneruskan ucapan Rosulullah kepada umatnya,” ujar pria yang akrab disapa Pak Haji Dodo

Perjalanan Dodo tak selalu mulus. Ia mengawali karier sebagai abdi negara setelah menerima ikatan dinas dari pemerintah karena mendapat bantuan kuliah.

“Saya tidak bisa menolak SK karena terikat ikatan dinas,” ujarnya.

Namun, karena kondisi kesehatan yang menurun saat bertugas di daerah terpencil—yang ia duga terkena malaria—ia akhirnya memutuskan pulang tanpa izin.

“Kalau di lingkungan TNI/Polri, saya itu disersi atau meninggalkan tugas tanpa izin,” tuturnya sembari tersenyum.

Setelah itu, ia mencoba peruntungan dengan melamar kesalahsatu media harian Pikiran Rakyat dan diterima. Sejak tahun 1997, Dodo tak pernah lepas dari dunia jurnalistik.

“Alhamdulillah sampai sekarang tetap setia menjalani profesi sebagai jurnalis. Tidak pernah selingkuh profesi, jadi dosen tidak, jadi pemborong tidak, apalagi pengacara,” katanya tegas.

Salah satu pengalaman yang paling membekas baginya adalah saat meliput bencana gempa dan tsunami di Aceh tahun 2004 silam. Di tempat itu, dia merasakan betapa dahsyatnya kebesaran Tuhan.

“Itu pengalaman luar biasa. Saat orang-orang berusaha menjauh dari lokasi, kami justru harus masuk, membawa suara dari lapangan, menyaksikan sendiri duka dan harapan masyarakat korban bencana,” kenangnya.

Baginya, inilah wujud nyata dari tugas jurnalis sebagai saksi sejarah dan penyambung informasi. Informasi dibalik peristiwa tentang gempa yang sebelumnya tidak mencuat ke permukaan, ia angkat sehingga diketahui para pemangku kebijakan.

“Saya perna mencoba ikut-ikutan di dunia usaha untuk menambah penghasilan, tapi justru hal itu menyimpang dari niat awal. Saya sadar itu merusak, akhirnya saya lepas. Alhamdulillah sekarang tetap konsisten jadi wartawan,” ucapnya.

Motivasi terbesar Dodo tetap bertahan sebagai jurnalis datang dari nasihat seorang kiai.

“Saya pernah tanya, apakah wartawan itu profesi yang dilarang? Kata kiai, justru itu profesi yang mulia. Sahabat Nabi juga menyampaikan ajaran—mereka itu wartawan zaman dulu,” kenangnya.

Dodo menekankan pentingnya integritas bagi wartawan. “Tulisan kita jangan sampai hanya berdasarkan itikad buruk. Wartawan harus berintegritas dan punya prinsip, jujur, dan menjaga marwah profesi,” pesannya.

Kini, meski dunia jurnalistik terus berubah, semangat Dodo Rihanto tetap sama: menjadi suara bagi mereka yang tak bersuara.

Shares:

Related Posts