DaerahJawa Barat

Ribuan Burung Raptor Migrasi Dari Siberia, China dan Jepang Terlihat dilangit Pegunungan Sanggabuana Karawang

 

Burung Raptor Yang Terlihat Melintasi Pegunungan Sanggabuana Karawang

KARAWANG, JabarNet.com- Ribuan burung raptor migran kembali mengunjungi Pegunungan Sanggabuana di Jawa Barat.

Burung migran yang berjumlah ribuan ini terpantau di angkasa Pegunungan Sanggabuana di sekitar Puncak Sempur, Tegalwaru, Karawang Jawa Barat sejak Jum’at 7 Oktober sampai Minggu 16 Oktober 2022.

Tercatat ada 3 jenis burung migran yang melewati Pegunungan Sanggabuana, mereka berasal dari Siberia, China, dan Jepang.

Dari hasil pengamatan yang dilakukan sepanjang sepuluh hari ini, terpantau 3 jenis raptor migran ini adalah sikep madu asia (Pernis ptilorhynchus), alap-alap china (Accipiter soloensis), dan alap-alap nipon (Accipiter gularis).

Tiga jenis raptor yang melintasi Sanggabuana ini dilaporkan oleh seorang fotografer hidupan liar yang memantau migrasi raptor ini di Puncak Sempur pada hari Sabtu 8/10/2022.

Dari laporan Fotografer ini, pertama didapati 2 ekor Oriental Honey-Buzzard yang muncul dari hutan-hutan di sekitar Puncak Sempur. Lalu muncul lagi 6 ekor yang berputar diatas bukit Dinding Ari di dekat Puncak Sempur, berputar-putar diatas, dan ternyata di atas sudah banyak juga raptor yang menunggu. Lalu ke delapan sikep madu asia tadi bergabung dengan rombongan besar tadi dan mengarah ke Selatan ke arah Purwakarta. Rute migrasi burung ini akan mengarah ke Bali.

Tiga Jenis Raptor Sikep madu asia yang sering disebut dengan Oriental Honey-Buzzard adalah raptor atau burung pemangsa dari keluarga Accipitridae yang berasal dari Siberia. Ketika di Siberia sedang terjadi musim dingin mereka bermigrasi mencari suasana hangat dan banyak mangsa ke Selatan, sampai di Indonesia. Sikep madu asia ini memangsa serangga seperti belalang, jangkrik, tongkeret, larva lebah, dan kadang reptilia.

Terlihat Sekitar Ribuan Burung Raptor Melintas dilangit Pegunungan Sanggabuana Karawang (Foto: Sanggabuana Wildlife Ranger/RS)

Sedangkan alap-alap china atau elang alap tiongkok atau Chinese Sparrowhawk sesuai namanya adaah burung dari keluarga Accipitridae dari genus Accipiiter, yang berasal dari Asia Timur atau China. Alap-alap china mempunyai panjang tubuh 25-35 cm dengan berat 106-140 gram untuk yang jantan dan berat betina 124-204 gram.

Raptor ini memangsa belalang, kodok, kadal, dan burung kecil lainnya.

Alap-alap nippon disebut juga dengan Nippon Sparrowhawk juga merupakan burung pemangsa dari keluarga Accipitridae dari genus Accipiiter. Alap-alap nippon mempunyai panjang tubuh 29-34 cm dengan berat 85-142 gram untuk yang jantan dan berat betina 111-193 gram, dan mempunyai rentang sayap sepanjang 51-63 cm.

Alap-alap nippon di alam memangsa tikus, kelelawar, reptil, serangga, juga burung-burung kecil sampai sedang seperti burung merpati atau tekukur.

Jika pada tahun lalu yang terpantau hanya 2 jenis raptor saja mengunjungi Sanggabuana, ada awal September, saat ini bertambah jenisnya menjadi 3. Tahun lalu jenis raptor migran yang teridentifikasi mengunjungi Pegunungan Sanggabuana adalah alap-alap china dan alap-alap jepang.

Sekarang walaupun kedatangannyanya mundur 1 bulan tapi jenisnya bertambah dengan adanya sikep madu asia.

Pendataan Sekaligus Edukasi Sispala
Pada Kamis 13/10/2022 pagi, Uce Sukendar Kepala Divisi Pelestarian dan Perlidungan Satwa (DPPS) Sanggabuana Coservation Foundation (SCF) kembali memantau migrasi ini di Puncak Sempur. Dari hasil pemantauan, pada pukul 09.39 WIB mulai terpantau rombongan raptor ini dari arah Barat Pegunungan Sanggabuana dan mengarah ke Purwakarta. Sampai siang hari, terpantau 11 rombongan raptor yang melintas dengan jumlah sekitar 80 ekor.

Dari laporan Uce, sejak tanggal 7 Oktober 2022 rombongan raptor migran ini sudah mulai terlihat melintas, dan ada yang menginap di kawasan Pegunungan Sanggabuana. Setiap hari tidak kurang dari 100 ekor raptor dari 3 jenis itu yang melintas. “Ini hanya yang saya amati di sekitaran Puncak Sempur saja, belum di kawasan lain di Pegunungan Sanggabuana yang mempunyai puluhan puncak, seluas lebih dari 43.000 hektar.” Jelas Kang Uce.
Jumlah raptor migran yang paling banyak melintas di Sanggabuana tercatat pada Minggu, 16 Oktober 2022.

“Hari sebelumnya saya melakukan pengamatan sendiri, jadi mungkin tidak akurat penghitungannya. Tapi pada minggu kemaren saya minta bantuan anggota Sispala Samaru dari SMA 1 Tegalwaru untuk patroli dan melakukan penghitungan.” Tambah Kang Uce.

Hasil yang dilaporkan oleh anak-anak Sispala Samaru dari SMA 1 Tegalwaru ini cukup mengejutkan. Ahmad Zaenal Arifin, Guru Pendidkan Islam yang merangkap sebagai Guru Pembina Sispala Samaru melaporkan bahwa sejak Minggu pagi anak-anak didiknya memang diminta untuk membantu Sanggabuana Wildlife Ranger (SWR) dari Sanggabuana Conservation Foundation (SCF) untuk membantu penghitungan raptor yang melintas.

“Hasilnya ada 3 jenis raptor migran, ada sikep madu asia, alap-alap china dan alap-alap nipon. Total penghitungan dari pagi sampai sore ada 302 ekor yang melintas dari arah barat menuju ke arah Purwakarta, menyeberang Waduk Jatiluhur. Ini bagus untuk edukasi mereka sebagai anggota Sispala, langsung di lapangan melihat fenomena migrasi raptor.” Tandas Iponk, panggilan Ahmad Zaenal Arifin.

Menurut Uce Sukendar, tidak semua raptor in langsung melintas di atas Sanggabuana. Sebagian ada yang bermalam, terutama sikep madu asia. Raptor dari Siberia ini menurut Bujil ketika migrasi dan melewati Sanggabuana akan mencari mangsa disini juga, juga menginap.

“Salah satu makanan burung sikep madu ini adalah larva lebah madu. Jadi seteah ada dua minggu kawasan Sanggabuana dilewati migrasi sikep madu, bisa dipastikan panenan madu hutan masyarakat akan sedikit terganggu. Mereka biasa mengacak-acak sarang lebah madu di hutan, jadi panen madu akan berkurang.” Jelas Uce.

Potensi Wisata Ornitologis
Uum Maksum Administratur Perum Perhutani KPH Purwakarta mananggapi positif dengan kabar migrasi 3 jenis raptor di Sanggabuana yang merupakan kawasan hutan produksi terbatas (HPT) yang dikelola oleh Perhutani ini.

“Dengan melintasnya ribuan raptor dari Siberia, China, dan Jepang yang sebagian menginap di Sanggabuana ini bisa menjadi indikator ekologi. Mereka tentu butuh makan, dari serangga, reptil, burung-burung kecil dan tupai-tupaian. Semua ini masih tersedia di Sanggabuana. Jika hutannya tidak terjaga, ekosistemnya tidak baik tentu mereka tidak akan melintas dan mampir.” Terang Uum.

Menurut Uum, selain sebagai indikator ekologi, dengan adanya migrasi raptor di Sanggabuana ini juga harusnya dilihat sebagai sebuah potensi wisata dan konservasi. Sebagai catatan, Puncak Sempur merupakan obyek wisata alam yang masuk dan dikelola oleh Perum Perhutani bersama masyarakat.

“Ini peluang, selain sebagai wisata alam, kedepan bisa dijadikan Obyek Wisata Ornitologis yang bermanfaat bagi pelestarian burung. Bisa dibikin event tahunan dalam bentuk festival raptor migran dengan melibatkan masyarakat, para fotografer satwa, dan juga peneliti ornitologi. Jadi wisata sekaligus pengumpulan data yang bermanfaat untuk pengambilan kebijakan dalam upaya konservasi.” Tutup Uum Maksum.

Senada dengan Uum, Bernard T. Wahyu Wiryanta, Fotografer Hidupan Liar yang juga Dewan Pembina di Sanggabuana Conservation Foundation (SCF) sepakat untuk menjadikan fenomena migrasi raptor di Sanggabuana ini sebagai indikator ekologis dan harus diperhatikan.

“Selama ini di Pulau Jawa yang sudah terkenal sebagai spot pengamatan burung migran adalah Bukit Paralayang di Bogor dan Gunung Batu. Di Sanggabuana ternyata juga potensial, dan layak untuk dibuat event seperti festival yang melibatkan banyak pihak, dan bisa saja diselingi dengan hiburan yang edukatif. Tujuan utamanya sebenarnya selain untuk edukasi juga untuk kepentingan pendataan, juga untuk mencegah perburuan liar. Karena di beberapa tempat ketika musim migrasi dengan ratusan burung di angkasa ini akan menjadi target perburuan. Dengan adanya keterlibatan masyarakat maka perburuan bisa dicegah, karena ada manfaat ekonomi yang lebih besar selain dari memburu raptor migran ini.” Terang Bernard.

Menurut Bernard, sebenarnya migrasi para raptor ini sudah terdeteksi sejak tahun kemaren, bukan kali ini saja.

“Bisa juga sebenarnya memang tiap tahun para burung migran ini memang melewati Sanggabuana, hanya saja tidak teridentifikasi, baru tahun kemaren ketahuan ketika kami menerima teman-teman peneliti primata dari Yayasan Kiara di Sanggabuana,” Ucapnya.

“Tahun ini sebenarnya kami punya rencana untuk mengadakan festifal burung migran di Sanggabuana, tapi sementara karena semua Ranger masih sibuk melakukan pendataan keanekaragamanhayati Sanggabuana di hutan dan membuat pra kajian, jadi ditunda tahun depan.” Pungkasnya(***)

Shares:

Related Posts

Tinggalkan Balasan

Alamat email Anda tidak akan dipublikasikan. Ruas yang wajib ditandai *