
KARAWANG, JabarNet. com- “Saya pikir nyeri itu cuma bagian dari lelah bekerja. Ternyata sudah masuk nyeri kronik.”
Demikian Kalimat itu diucapkan lirih oleh Hendrik (42), seorang pekerja logistik di kawasan industri Karawang. Setiap hari, ia memindahkan barang seberat puluhan kilogram dari satu truk ke truk lain, dari gudang ke palet. Tubuhnya bekerja keras, tapi tidak ada yang tahu bahwa di balik senyum dan tangannya yang cekatan, ia menyimpan rasa sakit yang menahun.
Ia tak pernah mengeluh. Baginya, rasa nyeri itu wajar—harga yang harus dibayar untuk menyambung hidup. Namun, ketika malam datang dan tubuhnya bergetar kesakitan, ia mulai bertanya dalam hati: “Apakah ini harus begini selamanya?”
Sunyi yang Tak Lagi Tertahan
Karawang, sebuah kabupaten industri di Jawa Barat, menjadi rumah bagi ratusan ribu pekerja pabrik. Data dari Badan Pusat Statistik (BPS) Karawang tahun 2023 menunjukkan bahwa 40% penduduknya bekerja di sektor industri. Banyak dari mereka menjalani pekerjaan berat yang memaksa tubuh terus bergerak, menahan beban, berdiri lama, dan membungkuk setiap hari.
Tak heran bila berdasarkan data klinis, sekitar 15% masyarakat usia produktif (25–55 tahun) di Karawang mengeluhkan nyeri kronik, yaitu nyeri yang berlangsung lebih dari tiga bulan. Sebagian besar akibat aktivitas fisik berlebihan, cedera, atau postur tubuh yang tidak ergonomis—yakni posisi tubuh saat bekerja yang tidak sesuai dengan anatomi tubuh sehat.
Sayangnya, keluhan ini sering kali diabaikan. “Namanya juga kerja,” begitu kata mereka.
Nyeri Itu Bukan Hal Biasa
Menurut dunia medis, nyeri terbagi menjadi dua jenis:
– Nyeri akut: rasa sakit yang berlangsung kurang dari dua minggu, biasanya sebagai respons alami terhadap cedera.
– Nyeri kronik: nyeri yang menetap selama lebih dari tiga bulan, meski penyebab awalnya sudah hilang.
Nyeri kronik bukan hanya menurunkan kualitas hidup, tapi juga bisa berdampak psikologis: menyebabkan stres, kecemasan, bahkan depresi.
“Nyeri itu pasti mengganggu aktivitas. Mau nyeri gigi, nyeri punggung, nyeri sendi—semuanya menggerogoti semangat hidup manusia,”ujar dr. Ina, Supervisor Pelayanan Medis RS Lira Medika.
Kabari: Menjawab Sunyi yang Tak Pernah Didengar
Untuk itu, RS Lira Medika Karawang menghadirkan Kabari—Karawang Bebas Nyeri, sebuah program layanan terpadu yang didesain khusus untuk menangani keluhan nyeri tanpa harus operasi.
Tujuannya sederhana tapi mendalam: agar masyarakat tak lagi diam saat tubuhnya berteriak kesakitan.
Kabari menggunakan empat pendekatan medis yang dikenal dalam pengelolaan nyeri:
1. Preventif (pencegahan): dengan edukasi dan injeksi sekretom (cairan yang mengandung faktor pertumbuhan dan protein regeneratif untuk memperbaiki sel rusak).
2. Kuratif (pengobatan): dengan obat anti-nyeri, injeksi PRP (Platelet-Rich Plasma), atau radiofrequency ablation—yaitu teknik menghentikan sinyal nyeri dari saraf.
3. Rehabilitatif: dengan fisioterapi, hidroterapi (latihan gerak dalam air), dan elektroterapi (stimulasi listrik ringan untuk mengurangi nyeri).
4. Promotif: penyuluhan kesehatan, layanan konsultasi daring, dan edukasi melalui grup “Kabari”.
Tak Perlu Bingung, Tak Perlu Mahal
Kabari menyadari bahwa pekerja kerap bingung: harus ke dokter mana, berapa biayanya, dan apakah ditanggung BPJS atau tidak.
“Banyak pasien datang saat kondisinya sudah parah. Padahal kalau nyeri ditangani saat masih akut, bisa jauh lebih ringan dan tidak perlu operasi,” ungkap Sekar Meidya, Fisioterapis RS. Lira Medika.
Setiap hari Rabu, Kabari membuka layanan screening gratis, di mana pasien diperiksa oleh tim dokter umum dan fisioterapis, lalu diarahkan ke penanganan yang tepat.
Tak hanya itu, Kabari bisa diakses lewat berbagai jalur pembiayaan, mulai dari BPJS (dengan rujukan), asuransi, hingga pembayaran mandiri. Biaya pun tergolong terjangkau—contohnya, satu sesi hidroterapi mulai dari Rp659.000.
Dari Rumah Sakit, Untuk Warga Karawang
RS Lira Medika tidak hanya memberi terapi, tapi juga membangun kesadaran kolektif bahwa nyeri tidak harus ditoleransi. Dengan fasilitas hidroterapi, jembatan terapi, hingga alat elektro, mereka membentuk satu ekosistem pemulihan yang ramah dan efisien.
“Kami ingin layanan ini diterima masyarakat, agar nyeri tidak lagi jadi beban yang ditanggung diam-diam,” — pesan Direktur RS Lira Medika.
Waktunya Bicara, Waktunya Sembuh
Di Karawang, ribuan pekerja menyimpan nyeri dalam diam. Tapi hari ini, mereka tak perlu lagi takut. Kabari hadir sebagai ruang aman untuk mereka mengeluh, mencari solusi, dan sembuh—tanpa stigma, tanpa ribet, tanpa takut biaya.
Sebab setiap tubuh berhak bebas dari nyeri.
Dan setiap nyeri berhak untuk disembuhkan.
“Kalau ada keluhan nyeri, ya… Kabari aja RS Lira Medika,”pungkasnya.
Laporan: Tiara Hanandianisa