DaerahJawa Barat

Kekurangan Sekolah Negeri di Karawang Jadi Polemik Tahunan SPMB, Dewan Pakar KAHMI Nilai Jalur Domisili Tak Ideal

Lukman N Iraz, Dewan Pakar Majelis Daerah Korps Alumni HMI (MD KAHMI) Karawang

KARAWANG, JabarNet.com – Sistem Penerimaan Murid Baru (SPMB) tahun ajaran 2025/2026 kembali menuai polemik di sejumlah wilayah Kabupaten Karawang. Salah satu persoalan krusial yang dikeluhkan masyarakat adalah keterbatasan jumlah sekolah negeri, khususnya jenjang SMP dan SMA, yang tidak sebanding dengan jumlah lulusan SD.

Dewan Pakar Majelis Daerah Korps Alumni HMI (MD KAHMI) Karawang, Lukman N Iraz, mengungkapkan bahwa beberapa kecamatan di Karawang masih mengalami kekurangan fasilitas pendidikan, terutama di jenjang menengah pertama dan atas. Hal ini menjadi persoalan dalam jalur zonasi atau Domisili, afirmasi, dan perpindahan orang tua yang diterapkan dalam proses SPMB.

“Masalah ini sebenarnya klasik, tapi terus berulang setiap tahun ajaran baru. Pemerintah daerah, baik kabupaten maupun provinsi, belum melakukan pemetaan yang ideal soal ketersediaan sekolah negeri,” ujar Lukman kepada JabarNet.com, senin 30 Juni 2025.

Ia menjelaskan, meskipun sistem penerimaan siswa kini melalui beberapa jalur seperti domisili, nilai rapor, prestasi akademik dan non-akademik (seperti olahraga dan hafidz Qur’an), pada praktiknya tetap terjadi penumpukan siswa di sekolah negeri. Hal ini karena minat masyarakat masih dominan ke sekolah negeri dibandingkan swasta.

“Pilihan masyarakat tetap ke sekolah negeri. Karena itu, penting bagi pemerintah untuk menghitung secara akurat berapa jumlah lulusan SD di satu wilayah dan berapa daya tampung SMP negeri di wilayah tersebut,” katanya.

Lukman mencontohkan kondisi di Kecamatan Telukjambe Timur. Di wilayah tersebut terdapat banyak SD Negeri, namun hanya memiliki dua SMP Negeri yakni SMPN 1 dan SMPN 2 Telukjambe Timur.

“Akhirnya, siswa dari desa-desa seperti Purwadana, Sukamakmur, Parungsari, hingga Wadas tidak bisa tertampung. Mau ke Karawang Barat pun tidak mungkin, karena Karawang Barat saja sudah kewalahan menampung warganya sendiri,” jelasnya.

Menurutnya, ketidakseimbangan ini berpotensi menimbulkan kegaduhan sosial apabila tidak segera diatasi. Ia menegaskan bahwa pemerintah harus segera melakukan evaluasi dan pembenahan sistem penerimaan siswa baru dengan memperhatikan prinsip pemerataan akses pendidikan.

“Pendidikan adalah hak dasar. Pemerintah daerah harus benar-benar melihat ini sebagai prioritas. Wajib belajar 12 tahun jangan hanya slogan, tapi realisasinya harus ditunjang dengan fasilitas pendidikan yang cukup,” tegas Lukman.

Ia pun berharap Pemkab Karawang dapat segera melakukan kajian dan menambah unit sekolah baru, khususnya SMP negeri, di wilayah-wilayah yang mengalami kekurangan.

“Kalau kita tidak antisipasi dari sekarang, maka setiap tahun kita akan selalu mendengar keluhan yang sama, dan ini tidak baik untuk masa depan pendidikan di Karawang,” pungkasnya.

Shares:

Related Posts