KARAWANG, JabarNet.com – Konfercab Pengurus Cabang Nahdatul Ulama (PCNU) Karawang ke-21 yang sudah digelar pada 25-26 Maret 2022 di Ponpes Attarbiyah, Kecamatan Telagasari Kabupaten Karawang lalu, ternyata berbuntut ketidakpuasan para Majelis Wakil Cabang (MWC) Nahdatul Ulama (NU) di Kabupaten Karawang.
Pada tanggal 18 April 2022 lalu, salah seorang Rois MWC yang mewakili 19 Rois MWC yang lain mengadukan sekaligus menyerahkan dokumen dugaan kecurangan pelaksanaan konfercab ke PBNU (Pengurus Besar Nahdatul Ulama) di Jakarta.
Abdul Majid, Inisiator penolakan Hasil Konfercab ke-21 PCNU Karawang mengatakan, kedatangan 19 perwakilan MWC ke PBNU pada hari Senin, 23 Mei 2022 merupakan tindaklanjut surat pengaduan tertanggal 16 April 2022, perihal pernyataan penolakan hasil Konfercab NU ke-21 Kabupaten Karawang ke PWNU (Pengurus Wilayah Nahdatul Ulama) Jawa Barat yang diterima oleh PWNU Jawa Barat pada 18 April 2022.
Diketahui, dalam konfercab salah satu PCNU tertua di Jawa Barat itu, kembali terpilih K.H Nandang Qusaeri sebagai Rois Syuriah & K.H Ahmad Ruhyat Hasby sebagai Ketua Tanfidziyah.
Adapun tuntutan ke 19 MWC, kata Majid, adalah menolak Hasil Konfercab dimaksud yang telah direkomendasikan oleh PWNU Jawa Barat, karena terdapat campur tangan salah satu partai politik dengan MOU tertanggal 8 Maret 2022, dimana itu sangat tidak sejalan dengan arahan dari Ketum PBNU KH Yahya Cholil Staquf menyebut Nahdlatul Ulama (NU) sebagai organisasi dan lembaga tidak boleh ikut kegiatan politik praktis.
Alasan penolakan, beber Majid, karena pelaksanaan konfercab dinilai penuh dengan kecurangan. Dimulai sejak dari pemilihan tempat, penunjukan panitia pelaksana, penyusunan tata tertib Konfercab dan pengkondisian Calon AHWA (Ahlul Halli Wal Aqdi) yaitu yang mempunyai wewenang untuk melonggarkan dan mengikat dalam hal ini disebut sebagai Rois (pimpinan tertinggi).
19 Rois MWC yang keberatan menyatakan tidak memilih KH. Nandang Qusaeri sebagai Calon Ahwa, bukan tanpa alasan. Logikanya 19 Rois MWC dari 30 MWC yang ada tidak memilih KH. nandang, seharusnya KH. Nandang maksimal bisa meraup 11 suara, tetapi kenyataannya justru dapat 16 suara, hal inilah yang menjadi keganjilan dalam proses pemilihan Ahwa dan kemudian terpilih sebagai Rois dan Beliau akhirnya mengeluarkan hak Veto. Itu sangat disayangkan karena belum seharusnya di keluarkan, sebab masih dalam sesi penjaringan bakal calon, bukan calon.
Kemudian, ketika dikirimi surat, PWNU Jawa Barat tidak Melakukan proses tabayun atau klarifikasi dan verifikasi atas penyampaian aspirasi dari para MWC, baik secara langsung, maupun melalui Surat keberatan dari para MWC yang menolak hasil Konfercab, tapi langsung merekomendasikan kepada PBNU untuk SK Kepengurusan PCNU Karawang hasil Konfercab tersebut.
“Secara tertulis kami menuntut agar PBNU membentuk tim khusus untuk mengkaji atas hasil konfercab di Karawang. Kemudian, menunjuk/mengangkat Caretaker Ketua PCNU Karawang untuk secepatnya di laksanakan Konfercab Ulang PCNU Kabupaten Karawang, yang Pelakasanaannya di Kantor PBNU Jakarta, karena Ketua Tanfidziyah yang Terpilih adalah Hasil Veto dari Rois Terpilih yang masih disangsikan kebenaran nya oleh 19 Rois MWC yang tidak memilih Beliau” kata Majid kepada wartawan, Rabu (25/05).
Majid juga menyebutkan, secara detail dugaan kecurangan pada pelaksanaan Konfercab PCNU ke-21 Kabupaten Karawang sudah dibeberkan ke PBNU disertai bukti-bukti pendukungnya.
“Secepatnya kami menunggu tindaklanjut dari PBNU,” cetusnya.
Sementara, di tempat terpisah Emay Ahmad Maehi, Ketua Stering Commite (SC) Konfercab ke-21 PCNU Kabupaten Karawang menganggap aduan ke 19 perwakilan MWC ke PBNU tersebut sebagai hal yang biasa dan memang bukan hal yang aneh di dalam tubuh NU di Karawang. Menurutnya, NU memang sangat kaya dengan dinamika.
“Bagi warga NU, itu hal lumrah dan merupakan dinamika di keluarga besar NU,'” ujarnya saat dihubungi via handphone, Rabu (25/05).
Emay menjabarkan, atas semua argumentasi gugatan ke 19 MWC itu, sebenarnya bisa dijawab dengan argumentasi regulatif. Lalu, kalau persoalannya adalah sarana kegiatan (konfercab) yang kurang memadai berarti kaitannya dengan OC. Sedangkan, kalau yang dipersoalkan adalah materi persidangan berarti menyangkut SC. Sementara, yang digugat oleh ke 19 MWC ini adalah hasil pemimilihan, berarti kaitannya dengan PWNU Jawa Barat, karena yang memimpin persidanan adalah PWNU provinsi.
“Kalau materi persidangan itu sudah dibahas dan disepakati. Saya kira sudah tidak ada masalah, sebab tata tertib sudah dibahas bersama-sama,” ujar Emay.
Dia juga menjelaskan, sebagai ketentuan yang fundamental, setelah acara konfercab dan sebelum SK diturunkan PBNU, wajib panitia meminta rekomendasi kepada PWNU Jawa Barat sebagai syarat primer untuk pembuatan SK.
“Nah, ini syarat primer sudah dikeluarkan PWNU. Jadi secara prosedural dan regulatif sudah tidak ada lagi problem,” terangnya.
Adapun kaitan dengan 19 MWC yang menggugat ke PBNU, lanjut Emay, faktanya pemegang hak mandataris itu adalah Ketua MWC. Lalu, pertanyaanya apakah yang datang ke PBNU adalah Ketua MWC atau hanya perwakilan saja.
“Untuk menjaga nama baik kaluarga besar NU, saya berharap ini tidak dibesar-besarkan. Karena, faktanya mereka (Ketua MWC) yang ikut konfercab, ko mereka juga yang ikut menggugat,” timpalnya.(red)