
KARAWANG, JabarNet.com — Badan Pusat Statistik (BPS) Kabupaten Karawang merilis hasil evaluasi panen padi berdasarkan survei ubinan Subround pertama tahun 2025.
Hasilnya cukup menggembirakan produktivitas rata-rata padi di Karawang mencapai 6,564 ton per hektare.
Angka ini diperoleh dari hasil pengamatan 79 plot ubinan yang tersebar di berbagai kecamatan sentra pertanian.
Menurut Andika Yunawan, anggota Tim Statistik Pertanian BPS Karawang, data ini merupakan hasil survei ubinan yang dilakukan selama periode Januari hingga April 2025, sesuai sistem Subround yang berlaku.
Ia menjelaskan bahwa meskipun kegiatan panen dan pengamatan dilakukan setiap bulan, data yang dirilis bersifat akumulatif per Subround.
“Data yang kami rilis bukan data bulanan, melainkan berdasarkan Subround. Untuk Subround 1 ini, kami melakukan pengumpulan data dari Januari hingga April, dan evaluasi terhadap hasil ubinan menunjukkan produktivitas rata-rata sebesar 6,564 ton per hektare,” ujar Andika.
Dari 79 plot sampel yang diamati, pengambilan data mencakup kecamatan-kecamatan utama sentra padi, seperti Jatisari, Banyusari, Rawamerta, Tirtamulya, Cilamaya Wetan, Cilamaya Kulon, Majalaya, Pangkalan, Karawang Barat, dan Karawang Timur.
Plot ubinan sendiri diukur dengan lahan berukuran 2,5 meter x 2,5 meter (setara 6,25 meter persegi), dan hasilnya dikonversikan menjadi produksi per hektare dengan metode statistik tertentu.
“Setiap plot menghasilkan berat gabah yang berbeda, mulai dari 2 kilogram hingga 7 kilogram. Angka-angka ini kemudian dikompilasi dan dihitung rata-ratanya. Maka diperoleh produktivitas Subround 1 sebesar 6,564 ton per hektare,” jelas Andika.
BPS juga memanfaatkan metode Kerangka Sampling Area (KSA) dalam pengamatan pertanian.
“Dalam satu bulan, BPS Karawang mengamati 174 segmen lahan, masing-masing seluas 9 hektare, atau total 1.566 hektare per bulan,” ungkapnya.
Pengamatan dilakukan sejak fase tanam hingga panen, untuk memproyeksikan wilayah mana yang akan memasuki masa panen dua bulan ke depan.
Sementara itu, Agus Rosidi dari Tim Distribusi Harga BPS Karawang mengungkapkan bahwa meskipun Survei Harga Gabah Petani (HPG) sudah tidak lagi dilaksanakan tahun ini.
Kendati demikian, pemantauan harga tetap dilakukan melalui survei harga dasar dan harga di tingkat penggilingan.
“Saat ini, harga gabah yang kami pantau berada di kisaran Rp6.500. Harga ini cukup stabil dibandingkan tahun lalu, terutama setelah diterapkannya kebijakan pemerintah terkait Harga Pembelian Pemerintah (HPP) dan penyerapan sebesar Rp6.500 per kilogram,” jelas Agus.
Meski begitu, ia menambahkan bahwa di beberapa wilayah seperti Lemahabang, harga gabah sempat turun hingga Rp5.000 per kilogram karena faktor cuaca dan hama.
“Perlu dipahami, harga yang diterima petani belum tentu bersih. Mereka masih harus menanggung biaya angkut dari sawah dan karung. Ini yang membuat harga aktual di lapangan bisa lebih rendah dari HPP,” kata Agus.
Data yang diperoleh BPS dari survei ubinan dan pemantauan harga ini dapat menjadi rujukan penting bagi pemerintah daerah, instansi pusat, dan pelaku pertanian dalam merancang kebijakan strategis, termasuk ketahanan pangan, distribusi logistik, dan kesejahteraan petani.
“Informasi ini sangat berguna untuk memperkirakan hasil panen, menentukan strategi tanam, hingga pengelolaan distribusi pangan. Ini adalah bagian dari komitmen BPS untuk menyediakan data yang akurat dan berkelanjutan,” pungkas Andika.
Dengan produktivitas yang cukup tinggi dan harga gabah yang cenderung stabil, Karawang kembali menegaskan posisinya sebagai salah satu lumbung padi utama di Jawa Barat dan bahkan di tingkat nasional.