KARAWANG,JabarNet.com- Rektorat Universitas Singaperbangsa Karawang (Unsika) memberikan klarifikasi terkait kontroversi pengadaan 40 cabin kontainer atau peti kemas untuk tempat sementara Kegiatan Belajar Mengajar (KBM) mahasiswa.
Melalui Kepala Biro Unsika Kurniawan, pihak kampus menjelaskan jika pembelian 40 peti kemas senilai Rp 6,4 miliar tersebut merupakan solusi cepat untuk mengatasi persoalan kekurangan ruang kelas yang sedang dihadapi Unsika.
Namun demikian, pandangan berbeda muncul dari salah satu alumni Unsika, Asep Agustian SH MH. Menurut praktisi hukum ini, Aparat Penegak Hukum (APH) harus segera menyelidiki kontroversi pengadaan 40 peti kemas Unsika.
Pasalnya, pengadaan peti kemas Unsika bukan hanya semata-mata untuk kepentingan mendesak atau solusi cepat agar mahasiswa tetap bisa beraktivitas kuliah. Melainkan adanya dugaan permainan segelintir oknum untuk mencari keuntungan pribadi.
Dijelaskan Askun (sapaan akrab), pembelian 40 peti kemas Unsika melalui e-katalog tersebut diduga ada nilai cashback yang didapatkan oleh panitia pengadaan, yang dalam hal ini Badan Layanan Umum (BLU) Unsika.
“Makanya patut dipertanyakan apakah pengadaan peti kemas ini murni solusi cepat untuk mahasiswa, atau ada kepentingan lain segelintir oknum. Maka saya minta APH mulai menyelidiki persoalan ini. Karena nanti baru akan kelihatan faktanya seperti apa,” turur Askun.
Baca juga: Cellica Anggota DPR RI Sebut Pembelian Kontainer Ruang Kelas Unsika Kurang Bijak
Sebagai alumni Unsika, Ketua DPC PERADI Karawang ini juga merasa malu ketika mendengar kabar mahasiswa Unsika harus belajar di peti kemas. Karena yang ia tahu peti kemas adalah tempat menampung barang mati, bukan barang hidup seperti mahasiswa.
“Saya sih malu ketika denger kabar ini. Coba tanya alumni Unsika yang lain apakah punya perasaan yang sama gak dengan saya. Dan apakah mereka para alumni akan tinggal diam?,” tanya Askun.
“Sekarang kalau ada yang nanya, oh alumni Unsika ya, yang belajarnya di peti kemas itu. Apakah para alumni tidak malu kalau ada orang nanya begitu?,” timpalnya.
Askun juga merasa heran kepada pihak Rektorat Unsika yang mengaku telah mengambil langkah atau solusi cepat, tetapi tidak berkualitas.
Kenapa tidak pihak kampus berkoordinasi dengan Pemda Karawang untuk meminjam atau menyewa gedung atau aset-aset pemda yang tidak terpakai. Yaitu seperti rumah susun, gedung diklat atau gedung-gedung pemda lainnya yang tidak terpakai.
“Kenapa tidak berkoordinasi dengan pemda?. Saya yakin pemda mau bantu. Dan solusi itu tentu lebih hemat anggaran,” sesal Askun.