DaerahHukum

Kuasa Hukum Desak Polres Karawang Terapkan Pasal Sesuai Fakta Hukum Kasus Kekerasan Seksual

Kuasa hukum NA (19) korban pemerkosaan yang dipaksa menikah

KARAWANG, JabarNet. com– Penanganan kasus dugaan kekerasan seksual yang melibatkan korban berinisial NA kini memasuki babak penting. Tim kuasa hukum korban yang dipimpin oleh Dr. M. Gary Gagarin Akbar, S.H., M.H., menyatakan bahwa kliennya telah menjalani pemeriksaan intensif selama enam jam oleh penyidik Unit Perlindungan Perempuan dan Anak (PPA) Polres Karawang pada Kamis, (10/7).

“Korban telah dimintai keterangan oleh penyidik sebanyak kurang lebih 100 pertanyaan. Ini adalah langkah lanjutan dari pelimpahan perkara dari Polsek Majalaya ke Polres Karawang,” ujar Gary Gagarin kepada wartawan, Jumat (11/7).

Ia mengapresiasi keseriusan Polres Karawang dalam menangani kasus tersebut, meski menurutnya penanganan ini semestinya bisa dilakukan lebih awal. Laporan sebelumnya telah dibuat oleh orang tua korban di Polsek Majalaya dengan Nomor: R/LI/04/IV/2025/SEK. MAJALAYA.

Namun apresiasi itu disertai dengan catatan keras. Pihak kuasa hukum melayangkan surat keberatan resmi kepada Kapolres Karawang dengan Nomor: 270/LAW/VII/2025, memprotes pencantuman Pasal 284 KUHP tentang perzinahan dalam dasar hukum penanganan kasus.

“Pencantuman pasal perzinahan sangat kami sayangkan karena tidak mencerminkan fakta hukum yang terjadi. Ini justru berpotensi menimbulkan persepsi keliru terhadap korban, seolah-olah korban adalah pelaku. Ini bentuk reviktimisasi,” tegas Gary.

Menurutnya, pencantuman pasal tersebut berdasarkan aduan awal dari orang tua korban yang kala itu belum memahami klasifikasi kejadian secara hukum. “Itulah sebabnya kami meminta agar Polres Karawang mencabut pasal tersebut dan menggantinya dengan pasal yang lebih tepat,” ujarnya.

Gary menekankan pentingnya penggunaan pendekatan yang berpihak pada korban, sebagaimana diamanatkan dalam Surat Edaran Kapolri Nomor SE/2/IV/2021 tentang penanganan kasus kekerasan seksual. Prinsip ini, lanjutnya, menuntut aparat untuk bersikap sensitif agar korban tidak mengalami trauma ganda dalam proses hukum.

“Pendekatan berpusat pada korban bukan sekadar formalitas. Ini menyangkut keselamatan psikologis korban dan keadilan substansial. Oleh karena itu, kami mendorong penerapan Pasal 286 KUHP jo. Pasal 6 UU Nomor 12 Tahun 2022 tentang Tindak Pidana Kekerasan Seksual (UU TPKS) sebagai dasar hukum yang tepat,” tegasnya.

Tak hanya berhenti di Polres Karawang, langkah hukum juga ditempuh ke tingkat nasional. Kuasa hukum telah bersurat kepada Kompolnas dan Komnas Perempuan, serta dalam waktu dekat akan mengajukan surat resmi ke DPR RI dan Kapolri untuk meminta asistensi terhadap perkara ini.

“Kami ingin memastikan bahwa proses hukum tidak hanya berjalan, tapi juga berpihak pada kebenaran dan perlindungan terhadap korban,” ucap Gary.

Laporan: Muhtar G. Ardian

Shares:

Related Posts