DaerahJakarta

KSPN Minta Pemerintah Mengkaji Ulang Kenaikan Harga BBM dan Pendistribusian BSU Kepada Pekerja

Ristadi, Presiden Konfederasi Serikat Pekerja Nusantara (KSPN)

JAKARTA  JabarNet.com– Kenaikan harga BBM menjadi perhatian semua pihak, khususnya dari Konfederasi Serikat Pekerja Nusantara  (KSPN) Meminta Pemerintah mengkaji ulang atas Kenaikan harga BBM dan Pendistribusian BSU kepada Pekerja.

Serikat pekerja menilai penggunaan data BPJS Ketenagakerjaan sebagai dasar dalam penyaluran bantuan subsidi upah (BSU) sebesar Rp600.000 sebagai pengalihan subsidi bahan bakar minyak (BBM) tidak tepat sasaran.

Presiden Konfederasi Serikat Pekerja Nusantara (KSPN) Ristadi mengungkapkan bahwa penggunaan data BPJS Ketenagakerjaan akan berujung pada kecemburuan antar pekerja. Pasalnya, syarat pekerja yang mendapatkan BSU tersebut yakni sebagai peserta aktif BPJS Ketenagakerjaan dan memiliki gaji di bawah Rp3,5 juta per bulan.

“Pengalihan subsidi dari subsidi bbm supaya tidak dinikmati yang tidak berhak, kemudian dialihkan ke rakyat kecil secara prinsip moral kami setuju, tapi butuh data yang akurat. Data pasti ambil dari BPJS Ketenagakerjaan, ini terjadi kecemburuan di kalangan pekerja dan masyarakat pada umumnya,” ujarnya, Rabu (31/8/2022).

Menurutnya, langkah pemerintah merupakan cara yang baik dalam membantu rakyatnya, namun kondisi pekerja yang tidak terkover BPJS Ketenagakerjaan jauh lebih memprihatinkan.

Bukan tanpa sebab, Ristadi melihat banyak perusahaan dalam skala kecil yang belum mampu mendaftarkan pekerjanya sebagai peserta BPJS Ketenagakerjaan karena terkendala dana.

“Pekerja yang tidak terkover BPJS Ketenagakerjaan karena mungkin perusahaannya nggak mampu, jadi nggak didaftarin, tapi kalau yang sudah terdaftar, biasanya upah minimumnya sudah jalan. Kalau di luar itu berarti kondisinya kan belum baik, lebih memprihatinkan,” jelasnya.

Mengacu pada data BPJS Ketenagakerjaan hingga semester I/2022, jumlah pekerja yang terdaftar sebanyak 32,82 juta pekerja. Adapun rinciannya Pekerja Penerima Upah 21,52 juta tenaga kerja, Pekerja Bukan Penerima Upah 3,8 juta tenaga kerja, Jasa Konstruksi 7,3 juta tenaga kerja, dan Pekerja Migran Indonesia 214.000 tenaga kerja.

Sementara berdasarkan pertemuan Ristadi dengan BPJS Ketenagakerjaan pada Selasa (30/8/2022), total data kepesertaan yang terbaru sekitar 35 juta orang.

Bila membandingkan dengan total pekerja formal berdasarkan data Badan Pusat Statistik (BPS) per Februari 2022, terdapat 54,28 juta orang (40,03 persen). Artinya hampir 20 juta pekerja formal belum terdaftar sebagai peserta BPJS Ketenagakerjaan, yang kemungkinan berhak mendapatkan BSU.

Kondisi tersebut memunculkan adanya kecemburuan antar pekerja dan bahkan juga masyarakat pada umumnya yang sebetulnya lebih berhak menerima BSU namun belum terdaftar sebagai peserta BPJS Ketenagakerjaan.

Untuk itu, Ristadi melihat akan lebih adil bila mengacu pada data Kementerian Ketenagakerjaan dan BPS dengan menyaring pekerja dengan upah di bawah Rp3,5 juta per bulan dari total pekerja formal.

Ristadi turut mengungkapkan bahwa dari data pekerja penerima upah BPJS Ketenagakerjaan, baru tersaring 12 juta tenaga kerja yang masuk dalam kriteria calon penerima BSU. Berarti, masih tersisa sekitar 4 juta orang yang berhak mendapatkan BSU pengalihan subsidi BBM sebesar Rp600.000

Sementara itu, Ketua Dewan Penasehat KSPN, Nanang Setyono, menyayangkan atas kebijakan pemerintah yang menaikkan harga BBM, dengan kenaikan tersebut akan memicu kenaikan harga kebutuhan lainnya, sementara pendapatan buruh saat ini tidak mengalami kenaikan dan bahkan masih terdapat buruh diperusahaan yang dibayar upahnya 50% karena dirumahkan dan juga terdapat buruh yang di PHK.

Nanang meminta pemerintah untuk mengkaji ulang atas kebijakan menaikkan harga BBM ditengah kelesuan masyarakat pasca pandemi covid 19.

“Pemerintah harus mengkaji ulang atas kenaikan harga BBM tersebut, mencari solusi lainnya selain menaikkan harga BBM yang akan berdampak luas pada rakyat. Kenaikan BBM tersebut sudah pasti akan diikuti dengan kenaikan kebutuhan lainnya, sehingga dengan pendapatan rakyat yang tidak mengalami kenaikkan, akan sudah membeli kebutuhan yang akan naik,” jelas Nanang.

Nanang juga mengkritisi, “BSU itu akan berpotensi menciptakan kecemburuan sosial, baik kecemburuan antar pekerja sendiri maupun dengan kelompok masyarakat lainnya yg tidak mendapat BSU. Bukan kami menolak BSU, namun perhatikan juga psikologis masyarakat ketika pemerintah membuat kebijakan yang akan berdampak secara psikologisnya,” tegas Nanang.

Kementerian Ketenagakerjaan telah menegaskan bahwa penerima BSU hanya bagi pekerja yang tergolong penerima upah, sementara bukan penerima upah dan pekerja migran tidak mendapatkan bantuan tersebut.

Staf Khusus Menteri Ketenagakerjaan Dita Indah Sari menyampaikan sesuai dengan namanya, BSU, bantuan tersebut bagi mereka yang bekerja dan menerima upah.

“Kenapa? Karena sangat mungkin upah yang mereka terima sekarang tergerus dengan kenaikan harga barang, upah yang tadinya cukup, jadi tidak cukup, dikasih lah bantalan,” ungkapnya, Rabu (31/8/2022).

Meski telah ditegaskan, KSPN masih melihat adanya kesenjangan dan ketidakadilan penyaluran BSU. Mereka berharap pemerintah mengjaji ulang atas kebijakan menaikkan harga BBM, dan terkait BSU perlu adanya data yang lebih baik, sehingga penyaluran dapat dengan tepat sasaran dan sesuai dengan manfaatnya.

Adapun pemerintah melalui Kementerian Keuangan telah menyiapkan anggaran Rp24,17 triliun untuk bantuan pengganti subsidi BBM. Terdapat tiga bantalan sosial yang telah disiapkan yaitu Bantuan Langsung Tunai (BLT), Bantuan Subsidi Upah (BSU), dan Bantuan Sosial Pemda.

Pekerja dengan gaji maksimum Rp3,5 juta per bulan akan mendapat bantuan sebesar Rp600.000. Bantuan ini diberikan hanya untuk 16 juta pekerja dengan total anggaran Rp9,6 triliun.(Ist/red)

Shares:

Related Posts

Leave a Reply

Your email address will not be published. Required fields are marked *