DaerahJawa Barat

Tradisi Budaya di Karawang Hampir Punah Akibat Modernisasi

KARAWANG, JabarNet.com– Tradisi budaya di Karawang saat ini telah hampir punah akibat adanya modernisasi.

Hal tersebut disampaikan Kepala Bidang Budaya Dinas Pariwisata dan Kebudayaan (Disparbud) Kabupaten Karawang Waya Karmila yang menyebut hampir punahnya tradisi budaya Karawang, karena tidak mempunyai aturan resmi yang mewajibkan masyarakat untuk tetap melestarikan tradisi budaya.

Waya Karmila mengatakan untuk saat dahulu, untuk tradisi sedekah bumi dilakukan dengan menggunakan ritual setiap 2 kali dalam satu tahun. Ritual berlangsung di setiap pertigaan ataupun perempatan jalan menuju sawah.

“Kalau sedekah bumi disebutkan juga pesta rakyat dan sekarang sudah hampir punah tradisinya hanya daerah tertentu saja yang masih melakukan, di wilayah Utara masih ada dan dilaksanakan setelah hasil panen dalam satu tahun 2 kali pelaksanaannya. Sedekah bumi masih dilakukan, yang membedakan itu ritualnya. Ritualnya biasanya dilakukan di pertigaan atau perempatan jalan,” ujarnya Selasa (13/8).

Selain itu, adapula tradisi nyalin yang berupa penaburan induk padi untuk dapat ditanam kembali. Tradisi ini pun dilakukan dengan menggunakan ritual. Ia menambahkan untuk pelaksanaan tradisi itu masih terdapat di wilayah Rengasdengklok.

” Nyalin itu sudah tidak ada lagi karena sawahnya sudah dikuasai orang asing bukan orang Karawang. Nyalin itu ambil induk padi lalu di sebar lagi dengan menggunakan ritual. Nyalin masih ada di wilayah Rengasdengklok saja kalau sekarang,” jelasnya.

Selanjutnya saat zaman dahulu, masyarakat Karawang ketika ingin memberikan nama kepada anak maka akan melakukan tradisi ngayun. Budaya ini diberikan untuk anak usia 7 hari dengan cara meletakan anak di dalam kain yang telah dibentang. Kemudian diberikan ikatan cabai, uang serta bumbu dapur.

“Ngayun itu anak usia 7 hari untuk memberikan nama dengan ada ritual. Jadi ngayun itu meletakan anak di kain yang panjang lalu diberikan cabai, uang dan bumbu dapur yang di ikat di benang yang panjang. Ritualnya sekarang juga hampir punah, masih ada di wilayah pedesaan saja,” lanjutnya.

Ia mengaku untuk saat ini tidak terdapat upaya yang dilakukan oleh Disparbud dalam melestarikan semua budaya tradisional tersebut.

Meski begitu bentuk dukungan tetap diberikan ketika masyarakat mengadakan kegiatan. Tidak hanya itu, pihak Disparbud pun tidak mempunyai aturan resmi yang mewajibkan masyarakat untuk melakukan kegiatan itu.

“Kirab bumi itu iring-iringan yang dilakukan dengan keliling kampung biasanya pakai dongdang. Kalau kirab bumi sekarang masih ada. Kita dukung hanya mereka ada kegiatan saja sebab setiap saat itu bergantung dari kepala desa masing-masing. Kalau kepala desa nya peduli akan mengadakan kirab atau sedekah bumi. Kita sering dukung keseniannya tapi kalau tidak ada kegiatan kita tidak melakukan upaya apapun maka dari itu hampir punah,” ucapnya.

“Penting untuk generasi muda karena mereka harus tahu sejarah cikal bakal Karawang. Kita tidak menekankan kepada kepala desa untuk melakukan hal tersebut. Kita juga tidak ada nomenklatur untuk mengadakan kegiatan itu. Tradisi ini hampir punah karena tergerus modernisasi. Anak-anak muda jangan melupakan sejarah budaya dari turun temurun,” tutupnya.(Ck)

Shares:

Related Posts